Pemuda Muhammadiyah seyogyanya menjadi
katalisator pembangunan dan desainer kemajuan bangsa, memiliki konstruksi
nasionalisme yang berbasis semangat kepeloporan. Nasionalisme disini mustinya
ditafsirkan secara ideologis yakni mengarahkan praksis gerakan kolektif
kepemudaan dalam berkonstribusi terhadap pemberadaban ummat. Nasionalisme bukan
sekedar meramaikan ritual simbolitas upacara bendera dan sederet formalisasi
aktivitas yang berwajah nasionalis, akan tetapi nasionalisme kepemudaan adalah
spirit kepeloporan yang sarat perubahan sosial, membuka gerbang pluralitas,
bertoleran terhadap keberagaman, dan keberbedaan dalam multi aspek kerena
kesemuanya itu adalah modal sosial (social capital) dan kekayaan bangsa
untuk selanjutnya diarahkan kepada upaya membangun kohesi sosial dan
persaudaraan monumental, direspon secara optimal dalam bentuk agenda sosial
kemanusiaan. Sehingga Pemuda Muhammadiyah tidak terkesan inklusif ditengah
realitas sosial, karena inklusifitas dalam ranah sosial hanya akan
merenggangkan hubungan sosial kemasyarakatan dan menjadikan agama tidak lebih
sekedar langit-langit suci atau kanopi suci (holly canopy) (Peter
L.Berger), sekedar tudung pelindung bagi manusia, agama yang melangit tapi
tidak membumi.