BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tata kepemerintahan yang baik meliputi
tata pengelolaan pemerintahan yang baik untuk sektor publik (good public governance) dan tata kelola
yang baik untuk dunia usaha swasta (good
corporate governance),
serta masyarakat dalam
meningkatkan kualitas produk barang dan jasa. Dengan demikian maka Pemerintah, Mitra
Swasta, dan Masyarakat merupakan 3 (tiga) pilar pelaku utama yang tidak bisa
dipisahkan dalam perwujudan good governance.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ALFI/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.jpg)
Gambar 1 : Tiga pilar/aktor
dalam tata kepemerintahan yang baik
Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan
air bersih baru mencapai 67,3%. Dari angka tersebut hanya separuhnya (51,4%)
yang memenuhi syarat bakteriologis. Sedangkan penduduk yang menggunakan jamban
sehat (WC) hanya 54%. Itulah sebabnya penyakit diare sebagai salah satu
penyakit yang ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dengan angka kesakitan 374 per 1000 penduduk. Selain itu diare
merupakan penyebab kematian nomor 2 pada Balita dan nomor 3 bagi bayi serta
nomor 5 bagi semua umur. Penyediaan
air bersih bagi masyarakat merupakan permasalahan yang umum dihadapi oleh
sebagian besar negara – negara berkembang. Masalah penyediaan air minum bagi
masyarakat saat ini telah menjadi perhatian negara – negara diseluruh dunia.
Hal ini tercermin pada kesepakatan Millennium Development Goals (MDG), yang
didalamnya terdapat komitmen negara – negara didunia untuk mengatasi
permasalahan air minum dan target pada tahun 2015, pelayanan air minum bagi masyarakat
perkotaan mencapai 80 % dari jumlah penduduk.
Program Lingkungan Sehat juga terkait dengan
komitmen global dalam mewujudkan Millenium Development Goals (MDG) bidang
lingkungan sehat. MDG yang ditandatangani para Kepala Negara anggota PBB pada
Johannesburg Summit September 2002 mentargetkan pada tahun 2015 akan mengurangi
separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan
sanitasi dasar. Dengan demikian proyek WSLIC-2 bukan saja merupakan perwujudan
komitmen global tetapi sekaligus berkontribusi dalam mencapai Indonesia Sehat
2010.
Dalam kehidupan modern, ketergantungan masyarakat perkotaan terhadap
pelayanan air minum handal sangatlah tinggi. Kebutuhan akan pelayanan yang
efisien, dengan jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang memenuhi
syarat-syarat tertentu sangatlah didambakan, kerena masyarakat perkotaan tidak
terlalu banyak memiliki pilihan pengadaan air minum yang dapat memenuhi
kebutuhannya. Di daerah perkotaan, sumber-sumber air yang layak sulit
diperoleh, air sungai umumnya telah tercemar dan air sumur biasanya mengandung
kadar besi dan mangan yang tinggi. Pada daerah permukiman padat, air sumur
sudah banyak yang tercemar limbah manusia. Pada permukiman daerah pantai,
situasinya diperburuk dengan adanya intrusi air laut, sehingga air sumur
menjadi payau.
Pada dasarnya air minum adalah kebutuhan dasar manusia dan karena itu
mulanya dianggap sebagai komoditi sosial (public goods) dimana jasa
pelayanannya dilaksanakan oleh dinas daerah, dan pembangunan infrastrukturnya
berasal dari pajak masyarakat. Belakangan disadari bahwa pelayanan air minum
tidak terlepas dari industri jasa yang menuju pada pelayanan yang dapat
dipungut biaya sesuai dengan jumlah pemakaian (melalui pencatatan meter air)
sehingga mampu untuk bisa menutup, paling tidak, biaya operasi. Di
negara-negara maju, jasa pelayanan air minum sudah mulai banyak yang
diswastakan, dengan otonomi keuangan dan manajemen yang penuh, akan tetapi
tetap dibawah pengaturan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan kualitas dan
tarif.
A.
Manajemen Pelayanan Air Minum
Di
Indonesia, mulai tahun 1970an pelayanan air minum perpipaan berangsur-angsur
dialihkan dari dinas daerah ke badan pengelola air minum (BPAM) sebagai
transisi sebelum terbentuknya PDAM... Meskipun berstatus otonomi tapi pada
kenyataannya, untuk masalah-masalah makro, sangat tergantung dari pemerintah
pusat – struktur kelembagaan (Ditjen PUOD Depdagri); pengembangan program
(Bappenas); teknis (Ditjen Cipta Karya Dep PU); dan pendanaan (Dep Keuangan). Sebagian besar dari sumber pendanaan
berasal dari bantuan hibah, atau pinjaman dengan subsidi bunga. Pada tingkat
daerah PDAM berada dibawah kendali pemerintah daerah sehingga tidak lebih dari
sekedar dinas daerah.
Sebagai perusahaan daerah yang memberikan jasa pelayanan air minum di
perkotaan, PDAM menjalankan operasinya dengan prinsip-prinsip perusahaan, yaitu
efisien dan mengusahakan keuntungan untuk bisa mengembangkan perusahaannya.
Dilain pihak, PDAM dituntut untuk berfungsi sosial bagi pelanggan yang kurang
mampu, serta bagi masyarakat yang belum sanggup memiliki sambungan. Selain itu
PDAM masih menjadi tumpuan harapan kepala daerah untuk mengisi kas pemdanya,
sehingga jangankan untuk bisa mendapatkan keuntungan, untuk mempertahankan
hidup saja sudah sulit, apalagi bagi yang mempunyai kewajiban membayar utang.
Sebagian besar PDAM saat ini masih menghadapi masalah-masalah teknis seperti
masih tingginya angka kehilangan air (rata-rata nasional 40%), rendahnya
tingkat dan cakupan pelayanan (rata-rata nasional 36%) serta masih rendahnya
mutu pelaksanaan fisik. Masalah-masalah tersebut tidak terlepas dari masalah
manajemen PDAM yang belum profesional. Masih banyak PDAM yang tidak memiliki
tenaga yang ahli dalam bidangnya. Pengangkatan pegawai PDAM masih didominasi
oleh prinsip "suka dan tidak suka" dari kepala daerah. Melihat
kondisi manajemen PDAM saat ini, masalah yang perlu segera ditangani adalah
peningkatan profesionalisme dan pernciptaan budaya enterpreneur (corporate
culture) melalui pendekatan Reinventing Government dan Banishing
Bureaucracy.
Kota Batu merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang sangat potensial
terutama untuk pengembangan di sektor pariwisata dan pertanian. Lokasi
Kota Batu terletak di sebelah Selatan Kota Surabaya dengan jarak ± 100
Km yang banyak memiliki potensi sumber daya alam dengan didukung kondisi fisik
wilayah yang berada di pegunungan dengan ketinggian 600 – 3.000 m DPL dan suhu
udara antara 17oC hingga 25,6oC, pengembangan sektor
pariwisata dan pertanian mempunyai prospek yang baik bila dikembangkan dengan
cara berkelanjutan dan terpadu serta berwawasan lingkungan.. Adapun potensi dan
masalah yang dihadapi Kota Batu dalam pengembangan kedepan meliputi:
B. Fisik Dasar
Kondisi fisik dasar merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu kota. Elemen-elemen yang terkait dengan
masalah fisik dasar ini meliputi topografi, kemiringan, jenis tanah, kemampuan
tanah, hidrologi dan klimatologi. Berbagai potensi dan permasalahan yang
berhubungan dengan fisik dasar di wilayah Kota Batu dapat diuraikan sebagai
berikut.
B.1. Potensi
a. Secara geografis
Kota Batu terletak pada posisi yang mudah dijangkau melalui kota-kota
sekitarnya, seperti Malang, Surabaya,
Jombang maupun Kediri.
Dengan demikian, maka kemudahan dalam sistem distribusi dan koleksi hasil-hasil
pertanian maupun kebutuhan lainnya sangat mudah untuk terpenuhi.
b. Dilihat dari
kondisi topografi Kota Batu yang didominasi pegunungan dan perbukitan memiliki
view atau pemandangan yang indah dan merupakan salah satu daya tarik wisata.
c. Berdasarkan
kondisi alamnya, Kota Batu merupakan tempat refreshing
dan beristirahat yang baik. Keadaan ini disebabkan karena suasana lingkungan
yang mendukung, jauh dari polusi dan ditunjang oleh sarana prasarana yang
memadai.
d. Dilihat dari
kondisi iklim yang dingin Kota Batu sangat sesuai untuk pengembangan pariwisata
yang terkait dengan wisata peristirahatan. Hal ini ditunjang dengan banyaknya
tujuan wisata dan fasilitas penunjang wisata yang jika dikemas secara baik dan
terintegrasi, maka Kota Batu sebagai Kota Wisata sangat mungkin untuk
diwujudkan.
e. Kota Batu dengan
ketinggian 600 m sampai 3.000 m di atas permukaan laut dengan curah hujan yang
cukup yaitu 875 – 3.000 mm per tahun dan didukung oleh suhu yang berkisar
antara 23 – 270C, sangat cocok untuk pengembangan berbagai komoditi
tanaman sub tropis pada tanaman hortikultura dan ternak. Apalagi didukung
dengan jenis tanah yang subur yaitu andosol
dan aluvial dengan kandungan unsur hara yang sangat baik untuk kegiatan
pertanian. Selain itu Kota Batu tidak memiliki perubahan musim yang drastis
antara musim kemarau dan musim penghujan dengan curah hujan rata-rata 298 mm
per bulan dengan hari hujan rata-rata 6 hari perbulan.
f. Terkait dengan
kondisi diatas, potensi alam secara keseluruhan dapat menunjang Kota Batu
sebagai Kota Pariwisata yang berbasis pada pengembangan agrowisata. Berbagai
tanaman holtikultura yang banyak dikembangkan oleh masyarakat Kota Batu adalah
sayur mayur, bunga, buah-buahan serta tanaman obat. Kondisi tersebut dapat dilihat dari prosentase penyebaran
komoditi dan potensi per kecamatan. Petani
sayur terutama di wilayah Kecamatan Junrejo dengan prosentase 89% dengan luas
garapan rata-rata 0,2 Ha. Petani buah di Kecamatan Batu relatif kecil (16%)
tetapi luas garapannya besar yaitu 2,26 Ha, sedangkan di Kecamatan Bumiaji agak
banyak yaitu 48% tetapi dengan luas garapan kecil (0,51 Ha). Dan tanaman hias
paling banyak diusahakan di wilayah Kecamatan Batu (30%) dengan luas garapan
rata-rata 0,53 Ha.
g. Dilihat dari kondisi hidrologi, Kota Batu merupakan daerah resapan
sehingga secara teoritik tidak akan kekurangan air bersih/minum karena di Kota
Batu banyak terdapat sumber mata air. Selain itu di Kota Batu banyak terdapat
sungai dan anak sungai, sehingga sedikit kemungkinan terjadinya banjir, apalagi
Batu didominasi oleh kawasan non terbangun yang mempunyai fungsi sebagai daerah
peresapan air. Ketersediaan air sungai diperoleh dari 5 (lima) buah sungai yang
keseluruhannya bermuara pada Sungai Brantas, yang berhulu di Dusun Sumber Brantas
Desa Tulungrejo. Selain untuk kebutuhan
internal kawasan, hidrologi Kota Batu juga melayani kawasan-kawasan lain di
sekitarnya. Sampai saat ini, wilayah Kota Batu telah diinventarisasi sebanyak
111 sumber mata air produktif yang sebagian dimanfaatkan oleh PDAM Batu, PDAM
Kabupaten Malang, PDAM Kota Malang, swasta, masyarakat (HIPPAM) dan irigasi
(HIPPA) . Pelayanan Perusahaan Air Minum (PDAM) Batu mampu melayani rumah
tempat tinggal dan instansi Pemerintah sebanyak 8.574 pelanggan, toko, hotel
dan sebagainya sebanyak 290 pelanggan, badan sosial, rumah sakit dan tempat
ibadah sebanyak 219 pelanggan dan tempat lain-lain sebanyak 40 pelanggan. Kapasitas
maksimum air bersih yang dapat disalurkan sebanyak 145.398 m3.
Sumber mata air di Kota Batu yang mempunyai debit cukup besar antara lain:
1. Mata Air Gemulo
Mata air ini berada di perbatasan antara Desa Bulukerto
dengan Desa Sidomulyo, Kecamatan Bumiaji. Debit air dari mata air ini pada saat
pasang mencapai 179 lt/dt dan pada saat surut debitnya mencapai 160 lt/ dt. Berdasarkan
hasil pengukuran Tim ITS dalam studi terkait, dapat diketahui bahwa air
limpahan tanpa memperhitungkan debit yang telah diambil diperoleh debit sebesar
± 586 lt/dt.
2. Mata Air Banyuning
Mata air ini
berada di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji. Debitnya pada saat pasang dapat
mencapai 179 lt/dt menurut data yang diperoleh dari Pengairan Batu, sedangkan
data dari Dinas Kimpraswil Kota Batu, debit pada saat surut sebesar 199 lt/dt.
Dari pengukuran yang dilakukan Tim ITS pada studi terkait, air limpahan tanpa
memperhitungkan debit yang telah diambil, debit pengukuran diperoleh sebesar ± 250 lt/dt.
3. Mata Air Ngesong
Mata air ini terletak di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji. Mata
air ini terdiri dari 3 mata air yang berdekatan dan dinamakan Mata Air Ngesong
1, Ngesong 2 dan Ngesong 3. Debit total pada saat pasang dari ketiga mata air
ini dapat mencapai 161 lt/dt, dan pada saat surut debitnya mencapai 112 lt/dt.
Hasil pengukuran Tim ITS pada studi terkait, limpahan air tanpa memperhitungkan
debit yang telah diambil diperoleh hasil pengukuran debit sebesar ± 638 lt/dt.
4. Mata Air Binangun
Mata air ini
berada di Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji. Debitnya cukup besar dan dapat
mencapai 190 lt/dt pada saat pasang. Pada kondisi surut debitnya mencapai 180
lt/dt. Debit mata air ini diambil oleh Kota Malang untuk penyediaan air bersih.
Karena lokasi dan letak topografi yang tidak menguntungkan, maka kurang efisien
apabila mata air ini digunakan untuk penyediaan air bersih Kota Batu, karena
untuk transmisinya diperlukan pompa.
5. Mata Air Darmi
Mata air ini terletak di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan
Batu. Debitnya dapat mencapai 120 lt/dt pada saat pasang 90 lt/dt pada kondisi
surut.
h. Kota Batu mempunyai potensi sebagai daerah resapan air, karena
merupakan kawasan yang curah hujannya tinggi, memiliki struktur tanah yang
mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan
secara besar-besaran. Kawasan peresapan air ini di Kota Batu
ditetapkan selain berada di hutan lindung juga berada di sekitar lereng gunung
yang ditetapkan sebagai hutan lindung yaitu:
1.
Sebelah Utara, Barat Laut, Timur Laut Kota
Batu di sekitar lereng Gunung Arjuno, Gunung Kembar, Gunung Welirang, Gunung
Tunggangan, Gunung Anjasmoro dan Gunung Rawung yaitu bagian Utara Desa
Tulungrejo dan Desa Sumbergondo.
2.
Sebelah Barat Daya Kota Batu di lereng
Gunung Srandil dan Gunung Panderman yaitu di sebelah Selatan Desa Pasanggrahan,
Desa Oro-oro Ombo dan sebelah Barat Desa Tlekung.
C. Utilitas
Utilitas adalah sarana dasar
yang menunjang perkembangan kota.
Masalah utilitas kota
ini akan meliputi air bersih, listrik, telepon, saluran pematusan, persampahan
dan sanitasi. Kondisi potensi dan permasalahan yang terkait dengan utilitas di
Kota Batu akan dijabarkan sebagai berikut.
C.1. Potensi
a. Kondisi Kota Batu
yang berada di kawasan pengunungan dengan adanya hutan secara tidak
langsung banyak memiliki sumber mata
air, sehingga kebutuhan akan air bersih/ minum Kota Batu dilihat dari potensi
tidak mungkin kekurangan. Dari mata air yang dimanfaatkan oleh PDAM Unit Batu,
masing-masing mata air melayani desa/ kelurahan tertentu dengan sistem
gravitasi, yaitu sebagai berikut:
1. Mata Air Ngesong
Mata Air Ngesong
melayani Desa Sumberejo dengan debit 4 lt/dt menggunakan pipa transmisi dengan
diameter: 150, 100, 75 dan 50 mm.
2. Mata Air Banyuning
melayani 4 (empat) desa dan kelurahan yaitu Kelurahan Ngaglik, Kelurahan Sisir,
Kelurahan Temas dan Desa Beji dengan debit sebesar 40 lt/dt. Dari Mata air
Banyuning yang memiliki ketinggian 1.115 m dibawa menuju reservoar (dengan
kapasitas ± 500 m3) di
Kelurahan Ngaglik pada ketinggian ± 1.055
m, melalui pipa transmisi yang berdiameter 250 mm. Sebelum masuk ke reservoar,
air di aerasi terlebih dahulu pada unit tray
aerator. Setelah dari reservoar, air didistribusikan ke area pelanggan.
Pada kondisi saat ini, operasi untuk pelayanan pelanggan pada waktu tertentu
langsung ke pelanggan tanpa ditampung terlebih dahulu karena pipa transmisi ada
yang disambung langsung ke pipa sekunder.
3. Mata Air Gemulo
Mata Air Gemulo
melayani 3 desa, yaitu Desa Sidomulyo, Desa Pandanrejo dan Desa Torongrejo
serta melayani sebagian Desa Beji dan Desa Mojorejo melalui reservoar Beji.
Diameter pipa yang digunakan adalah: 125, 100, 75 dan 50 mm.
a)
Gemulo I
Penangkapan air dari Mata Air Gemulo I,
menggunakan pipa diameter 125 mm, 100 dan 75 mm. Untuk mendistribusikan ke
sebagian Desa Pandanrejo.
b) Gemulo
II
Penangkapan air dari Mata Air Gemulo II,
menggunakan pipa diameter 50 mm untuk melayani Desa Sidomulyo.
c) Gemulo
III
Untuk melayani Desa Beji dan Mojorejo dengan
diameter 100 mm.
Debit total yang
diambil dari Mata Air Gemulo adalah 15 lt/dt dimana 10 lt/dt dialirkan menuju
reservoar Beji untuk melayani Desa Beji dan Desa Mojorejo, sedangkan yang 5
lt/dt dipakai untuk melayani Desa Pandanrejo, Sidomulyo dan Desa Torongrejo.
4. Mata Air
Telogotowo
Mata Air
Telogotowo untuk melayani Desa Pandanrejo, debit air yang dimanfaatkan saat ini
sebesar 2,5 lt/dt.
5. Mata Air
Terongbelok dan Kasinan
Dua mata air ini
untuk melayani Kelurahan Songgokerto dan Desa Pesanggrahan dengan diameter
pipa: 150, 100 dan 50 mm, debit terpasang sebesar 2,5 lt/dt sedangkan dari Mata
Air Terongbelok sebesar 5 lt/dt.
6. Mata Air Darmi
Mata air untuk melayani dua desa yaitu Desa Oro-oro Ombo
dan Desa Tlekung dengan debit terpasang sebesar 10 lt/dt.
b.
Adanya peran serta masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan air bersih/minum dilakukan melalui paguyupan setempat yaitu pada
HIPPAM.
c.
Kota Batu hampir keseluruhan sudah dilayani oleh
jaringan listrik. Adanya jaringan listrik Saluran Udara Tegangan Menengah
(SUTM) yang melewati Kota Batu menunjukkan indikasi ketersediaan listrik yang
cukup.
C.2. Masalah
a. Jaringan telepon
masih kurang merata pendistribusiannya. Jaringan telepon pada umumnya hanya
menjangkau kawasan-kawasan yang dilewati oleh jalur-jalur lalu lintas yang
cukup ramai dan pada kawasan yang mempunyai intensitas kegiatan yang relatif
cukup tinggi, seperti kegiatan perdagangan, kegiatan perhotelan, kegiatan
perkantoran dan sebagainya. Keadaan ini tentu saja menghambat terjadinya arus
komunikasi bagi masyarakat Kota Batu yang bermukim di daerah pelosok.
b. Walaupun pelayanan
listrik ke masyarakat sudah hampir semuanya terpenuhi, tetapi untuk pelayanan Penerangan
Jalan Umum (PJU) hanya terbatas pada kawasan-kawasan tertentu, sehingga banyak
kawasan strategis dan jalan-jalan utama Kota Batu pada malam hari gelap,
seperti di Stadion Brantas, Jalan Raya Pendem,
Jalan Raya Trunojoyo (Kawasan Songgoriti) dan lain sebagainya.
c. Keberadaan drainase di Kota Batu terbatas dengan dimensi
drainase tidak sesuai dengan jumlah limpasan air menyebabkan terjadinya banjir
terutama pada saat musim penghujan. Hal ini juga diperparah dengan rusaknya
hutan yang ada di Kota Batu yang menyebabkan limpahan air cukup besar dengan
disertai lumpur saat musim hujan meyebabkan banjir lumpur seperti yang terjadi
di Jalan Panglima Sudirman.
d. Penanganan masalah sampah di Kota Batu masih belum
merata. Timbulan sampah yang dihasilkan oleh penduduk Kota Batu per harinya
pada tahun 2005, mencapai angka ± 400 m3.
Menurut data yang diperoleh dari Sub Dinas Kebersihan Kota Batu, jumlah
timbulan sampah total (sampah domestik dan sampah non domestik) per harinya
mencapai angka 500 m3. Angka ini lebih besar dari hasil perhitungan
jika menggunakan standar Dept. PU, LPMB, Bandung
1993. Prosentase penanganan sampah yang dilakukan di Kota Batu adalah sebagai
berikut:
·
Jumlah total timbulan sampah Kota Batu = ± 500
m3/hari
·
Sampah masuk ke TPA ± 30% = ± 150
m3/hari
·
Sampah dibuang ke lahan kosong ± 70%
x 500 m3 = ± 350 m3/hari
·
Total = ± 500 m3/hari
Berdasarkan kondisi diatas,
Dinas Kebersihan Kota Batu saat ini hanya mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakat sebesar 30% dari seluruh timbulan sampah yang dihasilkan, mulai dari
pengumpulan sementara di TPS hingga pengangkutan menuju TPA.
e. Pelayanan air
bersih/minum oleh PDAM Unit Kota Batu belum optimal karena masih banyak daerah
yang belum terjangkau dan air yang ada tidak lancar. Selain itu pengolahan air
bersih/minum oleh HIPPAM tidak terpadu, sehingga ada beberapa desa atau dusun
pembagian airnya tidak sama dan kadang kalanya terjadi perselisihan mengenai
pembagian air tersebut. Untuk itu diperlukan keterpaduan pengolahan air yang di
lakukan oleh PDAM Unit Kota Batu dan HIPPAM supaya kedua pengelola tersebut
dalam memberikan pelayanan air bersih/minum ke masyarakat secara optimal.
Beberapa pokok permasalahan yang terkait dengan kinerja PDAM antara lain:
1. Masih rendahnya tingkat kemampuan PDAM Unit
Batu dalam melayani pelanggannya. Prosentasenya diperkirakan sebesar 27,01% dari total jumlah penduduk Kota
Batu.
2. Pelayanan air bersih belum optimal karena
banyak pelanggan yang sering mengeluhkan rendahnya tekanan, kualitas, dan
kontinuitas air bersih/minum yang mereka dapatkan. Saat ini terdapat 8.600
pelanggan, dimana 3.600 diantaranya masih merupakan calon pelanggan dalam
daftar calon tunggu dan tidak kurang dari 5.000 pelanggan masih mengalami air
mati dan giliran air.
3. Pengaturan pemanfaatan air belum optimal
sehingga terjadi saling klaim dan persaingan tidak sehat antara penguna air.
4. Kemampuan teknis dan finansial dalam membenahi
dan mengembangkan sistem penyediaan air bersih masih terbatas.
5.
Penyelesaian masalah kompensasi air bersih yang diambil PDAM Kota Malang dari
mata air di Batu yang tak kunjung usai.
f.
Lokasi TPA Ngaglik yang berada di dataran tinggi
(atas Agro Kusuma) dan tidak adanya pengolahan sampah menimbulkan dampak polusi
udara dan air di sekitar kawasan tersebut. Untuk itu perlu relokasi keberadaan
TPA di wilayah Kota Batu sesuai dengan daya dukung lahan dan kajian Amdal.
Melihat kondisi tersebut diatas, jelas terlihat bahwa
kemampuan pemerintah Kota Batu memberikan pelayanan air bersih kepada
masyarakat masih sangat terbatas. PDAM
sebagai perusahaan milik daerah dalam pelayanan air bersih hanya mampu melayani
27,01 % masyarakat. Mengingat air
merupakan kebutuhan yang paling vital bagi kehidupan, masyarakat melakukan
berbagai upaya untuk dapat menyediakan kebutuhan air bersih bagi dirinya maupun
kelompok masyarakat disekitarnya.
1. 2. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah bertujuan untuk
mengulas tentang implementasi pelaksanana penyediaan air bersih oleh Pemerintah
Kota Batu dalam hal ini Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan pengelolaan
secara swakelola oleh masyarakat melalui lembaga desa Giripurno dikaitkan dengan
kajian dari daftar pustaka yang ada dan materi perkuliahan seperti paradigma
sepuluh prinsip kewirausaan pemerintah dan lima strategi pemangkasan birokrasi,
untuk memberikan sumbangan pemikiran bagaimana seharusnya cara memperbaiki
manajemen pengelolaan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan utilitas
(air bersih) yang selama ini dijalankan oleh PDAM agar layanan yang diterima
oleh masyarakat Batu dapat lebih optimal
dan efisien.
BAB II
PERMASALAHAN
2. 1. Perumusan Masalah
Penyebaran sumber mata air berupa mata air di Kota
Batu cukup banyak, dan sebagian besar lokasi sumber mata air berada jauh
dibawah dari daerah pelayanan sehingga pengambilan air menggunakan sistem pompa
bertingkat dengan biaya operasional cukup tinggi. Dibidang pelayanan air bersih Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) belum merata, disebabkan oleh banyaknya sumber mata air
yang belum dimanfaatkan secara optimal, sarana dan prasarana air bersih kurang
mendapatkan perlakuan secara maksimal. Kota Batu adalah daerah yang kaya akan
sumber daya air hingga bisa ”mengekspor” air ke Kota Malang tapi sungguh ironis
dengan adanya sebagian warga Batu yang belum bisa menikmati air bersih secara
layak.
Keterbatasan kemampuan PDAM sebagai perusahaan
daerah dalam penyediaan air bersih kepada masyarakat membuat masyarakat
melakukan berbagai usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satunya adalah
dengan membangun jaringan pelayanan air bersih skala kecil seperti yang
dilakukan oleh Desa Giripurno.
BAB III
KERANGKA KAJIAN TEORI
3.1. Pengertian Good Governance
Tata
kepemerintahan yang baik tidak mudah untuk didefinisikan secara baku dan seragam sebab
istilah ini memiliki banyak makna yang bervariasi dan substansi bahasannya
cukup luas. Namun demikian, keberagaman makna tersebut pada hakekatnya memiliki
kesatuan tujuan yang utuh, yakni pencapaian kondisi pemerintahan yang
terselenggara secara seimbang dengan kerja sama individu daln
lembaga, serta antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan pihak rnasyarakat. Hal ini berarti masing-masing pilar harus
saling tahu apa yang dilakukan oleh pilar lainnya. Adanya ruang dialog dapat
membantu proses saling memahami perbedaan-perbedaan di antara mereka. Melalui
proses tersebut diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi di dalam
masyarakat.
3.1.2. Pengertian
Government
Secara umum istilah government lebih mudah dipahami sebagai
"pemerintah" yaitu lembaga beserta aparaturnya yang mempunyai
tanggung jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat.
Kecenderungannya lebih tertuju kepada lembaga eksekutif/kepresidenan (executive
heavy). Proses pemahaman umum mengenai good
public governance atau tata kepemerintahan yang baik mulai mengemuka
di Indonesia sejak tahun
1990-an dan semakin bergulir pada tahun 1996, seiring dengan interaksi antara
Pemerintah Indonesia dan
negara luar beserta lembaga-lembaga bantuan yang menyoroti kondisi objektif
perkembangan ekonomi dan sosial politik Indonesia.
3.1.3. Pengertian
Governance
Berbeda dengan istilah "government",
istilah governance lebih komplek karena menyangkut beberapa persyaratan
yang terkandung dalam terminologinya (istilahnya). Ada tiga komponen yang terlibat dalam
governance, yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat (lihat Gambar
1) . Hubungan ketiganya harus dalam posisi seimbang dan saling kontrol (checks and balances), untuk menghindari
penguasaan atau "eksploitasi" oleh satu komponen terhadap komponen
lainnya. Bila salah satu komponen lebih tinggi dari pada yang lain, yang
terjadi adalah dominasi kekuasaan atas dua komponen lainnya
Seperti
telah dikemukakan bahwa governance terdiri atas tiga pilar (komponen) yaitu public
governance yang merujuk pada lembaga pemerintahan (legislatif, eksekutif,
dan yudikatif), corporate governance yang merujuk pada dunia usaha
swasta, dan civil society (masyarakat madani). Untuk mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik, upaya pembaruan pada salah satu pilar mesti dibarengi
dengan pembaharuan pada pilar-pilar yang lain.
3.2. Prinsip-Prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)
Upaya untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik hanya dapat
dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah,
dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiganya mempunyai peran masing-masing.
Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan
dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur
lain dalam governance. Dunia usaha
swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan. Masyarakat
berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik.
Sekurang-kurangnya terdapat empat belas
nilai yang menjadi prinsip tata kepemerintahan yang yaitu:
1.
Wawasan ke Depan (Visionary)
2.
Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparency);
3.
Partisipasi Masyarakat (Participation);
4.
Tanggung Gugat (Accountability);
5.
Supremasi Hukum (Rule
of Law);
6.
Demokrasi (Democracy);
7.
Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and Competency);
8.
Daya Tanggap (Responsiveness);
9.
Keefisienan dan Keefektifan (Efficiency and Effectiveness); '
10. Desentralisasi
(Decentralization)
11. Kemitraan
dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private
and Civil
Society Partnership);
12. Komitmen
pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment
toReduce Inequality);
13. Komitmen
pada Lingkungan Hidup (Cornmitment to
Environmental Protection);
14. Komitmen
pada Pasar yang Fair (Commitrnent to Fair
Market).
Keempat belas
nilai yang menjadi prinsip-prinsip tersebut apabila diterapkan seluruhnya dalam
pelaksanaan tata kepemerintahan, dipercaya akan membawa keberhasilan yang
optimal. Apabila salah satu dari prinsip-prinsip tersebut tidak dipenuhi, hasil
yang dicapai tidak akan sempurna. Keempat belas prinsip tata kepemerintahan
yang baik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.2.1. Wawasan ke Depan (Visionary)
Semua
kegiatan pemerintahan berupa pelayanan publik dan pembangunan di berbagai
bidang seharusnya didasarkan visi dan misi yang jelas disertai strategi
pelaksanaan yang tepat sasaran. Rencana Pembangunan Nasional, Rencana pembangunan
Daerah, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis Kementerian/
lembabaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah merupakan wujud prinsip wawasan ke
depan. Tidak adanya visi akan
menyebabkan pelaksanaan pemerintahan berjalan tanpa arah yang jeas.
3.2.2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparency)
Kerbukaan merujuk pada
ketersediaan informasi dan kejelasan bagi masyarakat umum untuk mengetahui
proses penyusunan, pelaksanaan, ser-ta hasil yang telah dicapai
melalui sebuah kebijakan publik. Semua urusan tata kepemerintahan berupa
kebijakan-kebijakan publik, baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun
pembangunan di daerah harus diketahui publik.
3.2.3. Partisipasi Masyarakat (Participation,)
Partisipasi
masyarakaf merujuk pada keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Partisipasi
masyarakat mutlak diperlukan agar penyelenggara pemerintahan dapat lebih
mengenal warganya berikut cara pikir dan kebiasaan hidupnya, masalah yang
dihadapinya, cara atau jalan keluar yang disarankannya, apa yang dapat
disumbangkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan sebagainya
3.2.4. Tanggung gugat (Akuntabilitas atau Accountability)
Akuntabilitas publik
adalah suatu ukuran atau standar yang menunjukkan seberapa besar tingkat
kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijakan publik dengan peraturan hukum
dan perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi publik yang bersangkutan.
Penyusun kebijakan publik harus dapat mempertanggungjawabkan setiap kebijakan
yang diambilnya kepada publik.
3.2.5. Supremasi Hukum (Rule of Law)
Upaya
pemberdayaan lembaga-lembaga Penegak Hukum meliputi penuntasan kasus KKN dan
Pelanggaran HAM, Peningkatan kesadaran HAM, Peningkatan kesadaran Hukum, dan pengembangan
budaya hukum.
Dalam
pemberian pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan seringkali terjadi
pelanggaran hukum, seperti yang paling populer saat ini yaitu terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk KKN, serta pelanggaran hak asasi manusia
(HAM). Dalam hal ini, siapa saja yang melanggarnya harus diproses dan ditindak
secara hukum atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3.2.6.
Demokrasi (Democracy)
Perumusan kebijakan publik dan pembangunan di pusat dan daerah
dilakukan melalui mekanisme demokrasi. Dalam demokrasi, rakyat dapat secara
aktif menyuarakan aspirasinya.
3.2.7. Profesionalisme dan Kompetensi
(Profesionalism and competency)
Merupakan upaya penilaian dan evaluasi terhadap tingkat
kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, serta upaya
perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dalam pengelolaan pelayanan publik dan pembangunan
dibutuhkan aparatur pemerintahan yang memiliki kualifikasi dan kemampuan
tertentu. Oleh karenanya dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara
tepat, dengan memperhatikan kecocokan antara tuntutan pekerjaan dan kualifikasi
atau kemampuan.
3.2.8.
Daya Tanggap
(Responsiveness)
Adalah tindakan Aparatur pemerintahan secara cepat untuk
menanggapi dan mengambil prakarsa untuk
menyelesaikan masalah. Secara nyata
kegiatan tersebut antara lain dapat berupa penyediaan pusat layanan
pengaduan masyarakat, pusat layanan
masyarakat (crisis center), kotak surat saran/pengaduan, tanggapan surat pembaca,
website, forum pertemuan publik, dls.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat atau sekelompok
masyarakat tertentu menghadapi berbagai masalah dan krisis sebagai akibat dari
perubahan situasi dan kondisi. Dalam situasi seperti ini, aparatur pemerintahan
tidak sepantasnya memiliki sikap "masa bodoh", tetapi harus cepat
tanggap dengan mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
3.2.9. Keefisienan dan Keefektifan (Efficiency and
Effectiveness)
Adalah
upaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya
lainnya yang tersedia secara efisien, dan untuk meningkatkan kinerja, tata
kepemerintahan membutuhkan dukungan struktur yang tepat, serta diperlukan
perubahan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan meliputi struktur
kelembagaan menyeluruh, serta jabatan dan fungsi yang lebih tepat
Agar dapat meningkatkan kinerjanya, tata kepemerintahan
membutuhkan dukungan struktur yang tepat. Oleh karena itu, pemerintahan baik
pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur
yang ada, melakukan perubahan struktural sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
yang diperlukan
3.2.10.
Desentralisasi
(Decentralization)
Wujud nyata dari prinsip desentralisasi dalam tata
kepemerintahan adalah pendelegasian urusan pemerintahan disertai sumber daya
pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada di bawahnya untuk mengambil
keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
3.2.11. Kemitraan
dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private and Civil Society Partnership)
Untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik dan
pembangunan masyarakat madani, serta khususnya dalam rangka otonomi daerah,
peranan swasta dan masyarakat sangatlah penting. Karena itu, masyarakat dan
sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan
antara pemerintah dengan dunia usaha swasta, pemerintah dengan masyarakat, dan
diantara dunia usaha swasta dengan masyarakat.
3.2.12. Komitmen pada pengurangan Kesenjangan ( Commitment to Reduce Inequality)
Kesenjangan ekonomi yang juga menunjukkan adanya
Kesenjangan tingkat kesejahteraan, merupakan isu dan permasalahan penting saat
ini. Kesenjangan ekonomi baik yang meliputi kesenjangan antara pusat dan
daerah, antar Daerah, manapun antar golongan pendapatan merupakan salah satu
penyebab lambatnya proses pemulihan ekonomi dewasa ini.
3.2.13.
Komitmen pada lingkungan Hidup
( Commitment to Environmental Protection)
Masalah lingkungan dewasa ini telah berkembang menjadi
isu yang sangat penting, baik pada tataran nasional maupun internasional. Hal ini
berakar pada kenyataan bahwa daya dukung lingkungan semakin lama semakin
menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali
Merupakan komitmen untuk menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup, dengan menerapkan kewajiban
penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan secara konsisten, penegakan hukum lingkungan secara
konsekwen, pengaktifan lembaga
pengendali dampak lingkungan hidup, dan pengelolaan sumber daya alam
secara lestari, agar pemanfaatan sumber daya untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat
berkelanjutan.
3.2.14. Komitmen
pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market)
Merupakan upaya
pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat
dengan pasar, baik di dalam daerah maupun antar daerah, sehingga dapat menumbuhkan daya saing
perekonomian.
Pengalaman kebijakan yang tidak berkomitmen pada
pasar telah membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi
seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan
merusak pasar. Untuk itu maka bantuan pemerintah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat, harus
diikuti dengan pembangunan atau pemantapan ekonomi pasar.
3.3. Prinsip –Prinsip Kewirausahaan Pemerintah
Salah satu model pemerintahan di Era New Public Management adalah Model
Pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam
pandangannya yang dikenal dengan Konsep
”Reinventing Government”.
Dimana Perspektif pemerintah menurut mereka adalah
:
3.3.1
Pemerintah Katalis
Pemerintah yang mampu memisahkan fungsi pemerintah
sebagai pengarah (membuat kebijakan, peraturan, undang-undang) dengan fungsi
pelaksana (penyampai jasa dan penegakan)
Menggunakan berbagai metode (kontrak, voucher,
hadiah, insentif pajak dsb) untuk membantu orang, publik mencapai tujuan,
memilih metode yang paling sesuai untuk mencapai efisiensi, efektivitas,
persamaan, pertanggungjawaban dan fleksibilitas.
3.3.2.
Pemerintahan Milik Masyarakat
Pengalihan wewenang kontrol yang dimilikinya ke
tangan masyarakat. Masyarakat diberdayakan
sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol, pegawai negeri (dan
juga pejabat terpilih, politisi) akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih
peduli dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah.
3.3.3.
Pemerintahan Kompetitif
Mensyaratkan persaingan di antara para penyampai
jasa atau pelayanan untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga. Kompetisi adalah kekuatan fundamental untuk
memaksa badan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
3.3.4.
Pemerintahan Berorientasi Misi
Melakukan deregulasi internal, menghapus banyak
peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan sistem administrasi,
seperti anggaran, kepegawaian dan pengadaan.
Setiap badan pemerintah disyaratkan untuk mendapatkan misi yang jelas,
lalu memberi kebebasan kepada manajer untuk menemukan cara terbaik mewujudkan
misi tersebut, dalam batas-batas legal.
3.3.5.
Pemerintahan Berorientasi pada Hasil
Mengubah fokus dari input (kepatuhan pada
peraturan dan membelanjakan anggaran sesuai ketetapan) menjadi akuntabilitas
pada keluaran atau hasil. Mengukur
kinerja badan publik, menetapkan target, memberi imbalan kepada badan-badan
yang mencapai atau melebihi target dan menggunakan anggaran untuk mengungkapkan
tingkat kinerja yang diharapkan dalam bentuk besarnya anggaran.
3.3.6.
Pemerintah Berorientasi Pelanggan
Pemerintah berorientasi pelanggan memperlakukan
masyarakat yang dilayani, siswa, orangtua siswa, pembayar pajak, orang mengurus
KTP, pelanggan telepon, sebagai pelanggan.
Mereka melakukan survey pelanggan, menetapkan standar pelanggan,
memberikan jaminan dsb. Dengan masukan
dan insentif ini, mereka meredisain orangnya untuk menyampaikan nilai maksimum
kepada pelanggan
3.3.7.
Pemerintahan Wirausaha
Pemerintah berusaha memfokuskan energinya bukan
sekedar untuk menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Mereka
meminta masyarakat yang dilayani untuk membayar, menuntut return on investment. Mereka
memanfaatkan insentif seperti dana usaha, dana inovasi mendorong para pimpinan
badan pemerintah berfikir mendapatkan dana operasional.
3.3.8.
Pemerintahan Alternatif
Pemerintahan antisipatif adalah pemerintahan yang
berfikir kedepan. Mereka mencoba
mencegah timbulnya masalah daripada memberikan pelayanan untuk menghilangkan
masalah. Mereka menggunakan perencanaan
strategis, pemberian visi masa depan, dan berbagai metode lain untuk melihat
masa depan.
3.3.9.
Pemerintahan Desentralisasi
Pemerintahan desentralisasi adalah pemerintah yang
mendorong wewenang dari pusat pemerintahan melalui orang atau sistem. Mendorong mereka yang langsung melakukan
pelayanan, atau pelaksana untuk lebih berani membuat keputusan sendiri.
3.3.10.
Pemerintahan Berorientasi Pasar
Pemerintahan berorientasi pasar sering
memanfaatkan struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah daripada
menggunakan mekanisme administratif, seperti menyampaikan pelayanan atau
perintah dan kontrol dengan memanfaatkan peraturan. Mereka menciptakan insentif keuangan,
insentif pajak dll/ Dengan cara ini
orang swasta atau anggota masyarakat berprilaku yang mengarah pada pemecahan
masalah sosial.
3.4.
Memangkas Birokrasi, Lima Strategi Menuju
Pemerintahan Wirausaha
Pemerintah, diibaratkan sebagai sebuah organisme,
sebuah sistem yang adaptif dan kompleks, yang hidup, yang tumbuh, yang berubah
mengikuti waktu dan mati. Organisme
tersusun dari beberapa DNA, yaitu instruksi berkode yang menentukan
kespesifikan mereka dari organisme lain.
Yang membetuk jati diri/identitas, siapa dan apa mereka. DNA memberikan instruksi yang paling mendasar
dan paling kuat untuk membangun kemampuan abadi dan perilaku sebuah
entitas.
Dengan mengubah DNA suatu organisme maka kemampuan
dan perilaku baru akan muncul, akan berkembang jenis organisme yang
berbeda. Perubahan micro organisme
sangat lamban, DNA bermutasi secara acak dan sebagian mutasi ini membuat mereka
lebih berhasil di lingkungannya.
Hal yang sama terjadi dalam tubuh pemerintahan
Indonesia, mereka berkembang sangat lamban, sistem pemerintahan yang birokratis
dirancang untuk stabil. Tetapi kita
telah mencapai titik dalam sejarah dimana stabilitas ini kontraproduktif. Dalam era informasi yang secara global enuh
persaingan dan cepat berubah seperti sekarang ini, sistem-sistem yang tidak
bisa berubah pasti menemui kegagalan.
Dalam situasi demikian, pemecahannya adalah dengan
melakukan rekayasa genetika dengan mengubah DNA dari sistem tersebut. Bagian-baign yang paling fundamental dari
DNA sektor pemerintah antara lain sistem insentifnya, pertanggungjawabannya,
struktur kekuasaannya dan budayanya.
Dibalik rumitnya sistem pemerintahan terdapat beberapa
pendongkrak fundamental yang membuat lembaga-lembaga pemerintah berjalan dengan
cara mereka, dimana pendongkrak ini sudah lama ditetapkan untuk mencapai
pola-pla birokrasi dari pemikiran dan perilaku bahwa dengan mengubah
pendongkrak, sama halnya dengan menyusun kembali kode-kode genetika sehingga
memicu perubahan yang akan mengalir ke seluruh sistem.
Dengan mengidentifikasi pendongkrak atau generator
terdapat lima kelompok strategi dasar yang berkaitan yaitu :
3.4.1.
Strategi Inti
Pendekatannya adalah kejelasan tujuan sistem,
peran dan arah organisasi pemerintah karena apabila tujuan yang ada ganda dan
saling bertentangan maka kinerja yang dicapai tidak bisa tinggi
3.4.2.
Strategi Konsekuensi
Menentukan sistem insentif pemerintah dengan
pendekatan persaingan terkendali, manajemen perusahaan dan manajemen
kinerja. Hal ini sangat diperlukan
karena kondisi saat ini di lingkungan birokrasi, para pegawai taat dan tunduk
pada aturan, inovasi yang mereka lakukan kadangkala malah membawa kesulitan
bagi diri mereka sedangkan sikap status
quo malah terus mendatangkan reward
dan sistem pembayaran yang mereka terima tidak memandang pada hasil kerja
mereka. Untuk itu perlu diciptakan
konsekuensi atas kinerja karena apabila sesuai akan bisa diterima oleh pasar
apalagi bagi mereka yang tergantung pada pelanggan.
3.4.3.
Strategi Pelanggan
Pusat pada akuntabilitas (pertanggungjawaban)
kepada siapa organisasi tersebut bertanggung jawab. Dimana pada strategi inti cenderung pada apa
yang harus dipertanggungjawabkan, sedangkan pada strategi konsekuensi lebih
pada arahan pada bagaimana agar organisasi tersebut bisa bertanggung jawab.
Sedangkan Strategi pengendalian lebih mengarah pada siapa yang bertanggung
jawab dan strategi budaya merupakan internalisasi pertanggungjawaban.
3.4.4.
Strategi Kontrol/Pengendalian
·
Dimana
letak pengambil keputusan
·
Mendorong
turunnya kekuasaan pengambil keputusan
·
Kadang-kadang
pindah kepada masyarakat
·
Menggeser
pengendalian dari aturan yang rinci serta Komando hierarkis ke misi bersama dan
sistem yang menciptakan akuntabilitas kinerja
3.4.5.
Strategi Budaya
Menentukan budaya orang-orang pemerintah dari sisi
nilai-nilai, norma, sikap dan harapan pegawai.
Pendekatan yang berpengaruh pada pembentukan budaya adalah kebiasaan,
perasaan dan pikiran dari organisasi itu sendiri.
3.5.
Tipologi Organisasi Pemerintahan
Jenis organisasi yang berbeda akan memerlukan
metode pendekatan yang berbeda dari strategi-strategi di atas. Ada empat tipe
dasar organisasi pemerintahan yaitu kebijakan,
pengaturan, pelayanan dan penegasan.
Organisasi kebijakan membuat kebijakan, organisasi pengaturan menetapkan
aturan, organisasi pelayanan memberikan pelayanan, organisasi penegakan
menegakkan aturan-aturan tersebut. Beberapa organisasi menjalankan lebih dari
satu tipe pemerintahan ini.
Perbedaan-perbedaan ini tidak mengubah pendongkrak
dasar yang menciptakan perubahan fundamental. Pada semua organisasi dan sistem
pemerintahan, perbedaan antar inovasi yang berjalan sendiri-sendiri dengan
pembaruan yang saling bertalian dinamai dengan strategi. Jika diinginkan sistem
atau organisasi pemerintah dengan kualitas berbeda, harus dituliskan ulang kode
genetiknya. Tanpa ada DNA baru maka tidak akan ada transformasi.
3.6.
Good Governance
Beberapa tahun yang lalu, kata-kata ”Good Governance” mulai bergema di dalam
pemerintahan Indonesia. Hal ini terlahir dengan semakin tingginya tuntutan
masyarakat terhadap kinerja instansi-instansi pemerintah. Berbagai perilaku
birokratik mulai bergeser dari kebiasaan yang konvensional dan tidak familiar
lagi bagi masyarakat. Pemerintah bukan lagi menjadi birokrat tetapi menjadi
pelayan bagi masyarakat.
Prinsip-prinsip Good Governance yang dikemukakan oleh United Nation Development Program yaitu :
Ø
Equality, semua orang, laki-laki dan perempuan,
mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial,
politik dan ekonomi.
Ø
Fairness, mengenai supremasi hukum, dalam negara
yang mengatur adalah hukum yang adil (fair)
dan tidak memihak. Semua orang termasuk pemerintah harus tunduk kepada
aturan-aturan hukum.
Ø
Transparancy, proses pengambilan keputusan harus
terbuka dan ada akses terhadap segala informasi terhadap atau kepada
masyarakat.
Ø
Accountability, proses pengambilan keputusan harus bisa
dimonitor dan dikritisi yaitu para pengambil keputusan harus dapat
mempertanggung-jawabkannya.
Ø
Responsiveness, semua instansi dan lembaga mendengar,
mempertimbangkan dan merespon tuntutan-tuntutan masyarakat dan opini publik
yang berkembang.
Ø
Independency, suatu keadaan dimana pemerintahan bebas
dari pengaruh tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme.
Ø
Participation, partisipasi sebanyak mungkin dari
masyarakat, langsung atau tidak langsung, terjadi dalam proses pengambilan
keputusan publik.
Ø
Effectiveness, keseluruhan proses pengambilan keputusan
berlangsung dengan cara-cara yang cepat, murah dan sederhana.
Setelah di Indonesia prinsip Good Governance ini dikenal sebagai 10 prinsip Good Governance, yang telah menjadi kesepakatan antara Asosiasi
Pemerintahan Kota Se-Indonesia, Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Se-Indonesia
dan Asosiasi Pemerintahan Propinsi Se-Indonesia.
|
![]() |
|||||||
![]() |
||||||||
|
||||||||
![]() |
||||||||
|
||||||||
Gambar. Proses Perubahan Paradigma
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Implementasi
Banishing Bureaucracy, Lima Strategi
Menuju Reinventing Government
4.1.1. Strategi
Inti
Untuk penerapan strategi inti,
PDAM Kota Batu belum bisa melaksanakan secara optimal karena kembali lagi
kepada tujuan pelayanan penyediaan air bersih yang seharusnya profit oriented
sebagai suatu perusahaan daerah namun tetap diikat dengan tujuan penyediaan air
bersih yang bersifat sosial sehingga penetapan biaya retribusi yang dikenakan
kepada masyarakat sering kali bukan merupakan harga berdasarkan kebutuhan
operasional dari proses penyediaan air bersih itu sendiri karena pertimbangan
kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar menjadi faktor yang paling
penting untuk dipertimbangkan.
Untuk pelayanan air bersih di
Desa Giripurno, strategi yang ditetapkan tidak terlalu jelas karena pada
intinya masyarakat membangun prasarana distribusi air bersih bagi desanya
berdasarkan kesepakatan bersama dalam rangka pemanfaatan dana Program HIPPAM
yang bisa dinikmati lebih banyak orang.
Namun kembali lagi karena keterbatasan pendanaan dan sumber daya
manusia, pelayanan yang diberikan belum optimal.
4.1.2.
Strategi Konsekuensi
Menentukan sistem insentif
pemerintah dengan pendekatan persaingan terkendali, manajemen perusahaan dan
manajemen kinerja. Hal ini sangat
diperlukan karena kondisi saat ini di lingkungan birokrasi, para pegawai taat
dan tunduk pada aturan, inovasi yang mereka lakukan kadangkala malah membawa
kesulitan bagi diri mereka sedangkan sikap status quo malah terus mendatangkan
reward dan sistem pembayaran yang mereka terima tidak memandang pada hasil
kerja mereka. Untuk itu perlu diciptakan
konsekuensi atas kinerja karena apabila sesuai akan bisa diterima oleh pasar
apalagi bagi mereka yang tergantung pada pelanggan.
4.1.3.
Strategi Pelanggan
Sampai saat ini pelaksanaan
pemerintahan Kota Batu pertanggungjawabannya masih cenderung kepada atasan dan
Badan Pemeriksa yang akan melakukan penilaian terhadap pertanggungjawaban
kinerja. Termasuk dalam pelaksanaan
penyediaan air bersih oleh PDAM, pertanggungjawaban Direktur PDAM masih kepada
atasan sebagai bagian dari laporan pertanggung jawaban bupati setiap tahunnya sedangkan
pertanggung jawaban kepada masyarakat belum ada.
Disisi lain pelaksanaan
penyediaan air bersih yang dilaksanakan oleh masyarakat di desa Giripurno
merupakan salah satu langkah kecil dari strategi pelanggan karena lembaga desa Giripurno
sebagai pengelola bertanggung jawab langsung kepada masyarakat yang dilayani.
4.1.4.
Strategi Kontrol/Pengendalian
Strategi pengendalian dalam
pelaksanaan pemerintahan di Kota Batu terkait dengan penyediaan air bersih
masih pada tingkat kebijakan atasan.
Staf hanya sebagai pemberi masukan secara teknis namun keputusan tetap
masih melihat situasi ekonomi, sosial, budaya dan terutama politis. Masyarakat
sampai saat ini masih sebagai konsumen yang hanya bisa mengajukan keberatan
atas kurangnya pelayanan yang diberikan.
Sedangkan pelaksanaan penyediaan
air bersih yang dilaksanakan secara swakelola oleh masyarat dengan difasilitasi
lembaga Desa Giripurno, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan
merupakan hasil kesepakatan masyarakat sehingga keputusan merupakan kesepakatan
seluruh masyarakat sehingga sekaligus menjadi fungsi kontrol.
4.1.5.
Strategi Budaya
Strategi ini tidak hanya
diperlukan di lingkungan pemerintah Kota Batu karena hampir diseluruh wilayah
indonesia strategi ini sangat diperlukan guna merubah paradigma sistem
birokrasi yang salah kaprah yang sudah terlanjut melekat di hati pegawai.
Salah satu strategi yang sudah
dilakukan Pemerintah Kota Batu untuk perlahan-lahan merubah sisi nilai-nilai,
norma dan sikap yang salah menuju ke arah yang lebih baik adalah dengan
memberikan kepada para pegawai yang merupakan sumber daya manusia milik
pemerintah untuk menimba ilmu dengan memberi kesempatan untuk mengikuti
berbagai program pelatihan dan peluang-peluang studi formal seperti yang
dilakukan Pusbiktek Departemen PU bekerjasama dengan beberapa Universitas
Negeri di Indonesia.
Selain itu penyempurnaan
sistem dalam pelaksanaan pemerintahan terutama dalam penyediaan air bersih
harus disempurnakan dari level paling tinggi hingga di tingkat bawah dengan
berorientasi pada pelayanan prima bagi masyarakat sehingga pelaksanaan good governance bisa benar-benar
terlaksana karena semua stakeholder/ semua
kalangan sudah memiliki persepsi dan cara pandang yang sama dalam melaksanakan
pembangunan dalam hal ini pelayanan penyediaan air bersih kepada masyarakat. Dengan demikian semua pegawai akan berupaya
melakukan tugasnya semaksimal mungkin sehingga permasalahan pemerintahan dalam
hal ini penyediaan air bersih bisa teratasi.
4.2. Korelasi
Kondisi Pelayanan Penyediaan Air Bersih di Kota Batu dengan Prinsip – prinsip Kewirausahaan
Pemerintah
4.2.1.
Pemerintah Katalis
Melihat dari contoh penyediaan
air bersih oleh masyarakat di Desa Giripurno merupakan salah satu langkah prinsip
kewirausahaan pemerintah dalam hal pemerintah
katalis, karena disini pemerintah hanya berfungsi sebagai pengarah
sedangkan pelaksanaan dan pengelolaan penyediaan air bersih di Desa Giripurno dilaksanakan
oleh masyarakat di desa tersebut melalui pengurus Lembaga Masyarakat Desa
Giripurno.
Namun terkait dengan
pemanfaatan sumber mata air yang merupakan hajat hidup orang banyak,
pengelolaan oleh perorangan atau sekelompok orang perlu diatur dalam
undang-undang atau peraturan daerah sehingga tidak terjadi eksplorasi secara
berlebihan sehinggamenimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Selain itu regulasi terhadap
pengamanan dan pelestarian daerah tangkapan air perlu difasilitasi oleh
pemerintah karena terkait pada kewajiban semua pihak untuk menjaga dan
melestarikan daerah-daerah tangkapan air
4.2.2.
Pemerintahan Milik Masyarakat
Prinsip ini sudah tercermin
dari pelaksanaan penyediaan air bersih oleh Desa Pekraman Padang Kerta bagi masyarakat
yang ada di wilayahnya karena masyarakat
terlibat penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan kontrol terhadap
pelaksanaan penyediaan air bersih di wilayahnya yang pengelolaan diserahkan
sepenuhnya kepada Lembaga Desa Giripurno.
Dengan adanya contoh-contoh
seperti ini tentunya dari pihak birokrasi akan terus memikirkan berbagai upaya
atau metode yang bisa dilaksanakan di daerah lainnya yang belum mendapatkan
pelayanan air bersih sehingga target MDGs di tahun 2015 dalam penyediaan air
bersih bisa tercapai.
Namun kondisi pemerintahan di Kota
Batu dalam hal ini PDAM, saat ini belum
bisa melakukan inovasi untuk solusi dalam rangka penyediaan air bersih yang efektif,
efisien, berkualitas namun tetap murah.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumber daya manusia, sumber daya
alam berupa mata air, keterbatasan pendanaan dan kondisi topografi wilayah yang
tidak memungkinkan pelaksanaan pelayanan air bersih dengan sistem yang murah
(gravitasi).
4.2.3.
Pemerintahan Kompetitif
Apabila pelaksanaan penyediaan
air bersih seperti yang dilaksanakan oleh Desa Giripurno banyak ditiru oleh
daerah lainnya yang memiliki potensi dan karakteristik sesuai, dengan harga
yang disepakati oleh Desa Giripurno itu sendiri akan menjadi saingan bagi
keberadaan PDAM sebagai perusahaan penyedia air bersih milik daerah. Hanya saja perlu bimbingan dan arahan dari
pemerintah daerah melalui instansi teknis terkait agar pengelolaan penyediaan
air bersih yang dilaksanakan oleh masyarakat bisa lebih profesional, efektif
dan efisien, baik dari segi kualitas, kuantitas dan harga sehingga bisa menjadi saingan bagi keberadaan PDAM.
Karena kondisi saat ini pengelolaan penyediaan air bersih yang dilaksanakan
oleh Desa Giripurno masih dengan metode tradisional, sederhana dan manual
karena tidak adanya tenaga teknis yang mengerti dan memahami teknis pengelolaan
penyediaan air bersih secara mumpuni.
4.2.4.
Pemerintahan Berorientasi Misi
Secara umum prinsip ini belum
dapat dilaksanakan di tingkat pemerintah Kota Batu terutama dalam penyediaan
air bersih karena keterbatasan – keterbatasan yang ada. Hal ini terlihat dari kecilnya prosentasi
tingkat pelayanan air bersih (27,01 % dari seluruh jumlah penduduk) yang dapat
dilaksanakan oleh PDAM sebagai perusahaan milik daerah dalam penyediaan air
bersih. Dengan formasi pegawai yang
cukup banyak namun belum ditunjang dengan teknik dan sistem pelayanan yang
memadai, pelayanan PDAM terhadap penyediaan air bersih bagi masyarakat di Kota
Batu memang belum dapat dikatakan optimal.
Langkah-langkah pemerintah
daerah dalam rangka mewujudkan pemerintahan berorientasi misi dalam pelaksanaan
penyediaan air bersih oleh PDAM telah diupayakan selangkah demi selangkah,
salah satunya adalah dalam hal perekrutan karyawan PDAM yang melalui proses
seleksi dan uji kelayakan sehingga diharapkan nantinya akan memiliki suatu semangat
kinerja untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam pelayanan air bersih.
Disisi lain di tingkat
kelembagaan Desa Giripurno dengan misi untuk memenuhi kebutuhan air bersih
masyarakatnya para pengelola dalam keterbatasan sumber daya manusia, pendanaan
dan manajemen pengelolaan, terus berupaya untuk dapat meningkatkan
pelayanannya.
4.2.5.
Pemerintahan Berorientasi pada Hasil
Keterbatasan sumber daya
manusia yang memiliki pengetahuan teknis khususnya dibidang penyediaan sarana
dan prasarana air bersih, ditambah banyaknya program-program pendanaan yang
dimungkinkan untuk diusulkan kepada pemerintah pusat kadangkala menimbulkan penyusunan
program perencanana pengembangan sarana dan prasarana air bersih yang kurang
optimal dari sisi pengelolaannya kedepan.
Kadangkala program harus menyesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada
sehingga perencanaannya menyesuaikan dengan dana yang ada dan berimplikasi pada
hasil yang kurang optimal.
Pemberian reward terhadap keberhasilan suatu kinerja bagi PDAM di Kota Batu
belum dilaksanakan. Hal ini terkait
dengan kondisi manajemen PDAM itu sendiri yang masih dalam proses penyehatan
sehingga penetapan target pun masih dalam koridor penyehatan dan optimalisasi
pelayanan sarana dan prasarana yang telah ada.
Sedangkan untuk pelayanan air
bersih di Desa Giripurno tidak mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini
disebabkan karena pengelola bekerja secara sukarela tanpa adanya reward, dan hanya mengandalkan
pengelolaan terhadap dana iuran bulanan warga terhadap jasa pelayanan
penyediaan air bersih yang disediakan.
Kedepannya perlu dipikirkan oleh desa dan pemerintah untuk memberikan reward kepada pengelola sehingga
semangat kerja mereka untuk meningkatkan pelayanan dapat terwujud, apalagi bila
pemerintah bisa memfasilitasi pelatihan-pelatihan teknis bagi pengelola
sehingga mereka mampu mengoperasikan dan memelihara fasilitas atau sarana –
prasarana jaringan pelayanan air bersih yang ada di desa mereka sendiri.
4.2.6.
Pemerintah Berorientasi Pelanggan
Mengingat pengelolaan penyediaan air bersih yang
dilaksanakan oleh desa Giripurno masih menggunakan metode yang sederhana, tentu
masih sangat jauh dari pelayanan yang prima bagi pelanggannya, dimana masih
rendahnya tingkat kemampuan PDAM Unit
Batu dalam melayani pelanggannya. Dengan prosentase diperkirakan sebesar 27,01% dari total jumlah penduduk Kota Batu. Pelayanan
air bersih belum optimal karena banyak pelanggan yang sering mengeluhkan
rendahnya tekanan, kualitas, dan kontinuitas air bersih/minum yang mereka
dapatkan. Saat ini terdapat 8.600 pelanggan, dimana 3.600 diantaranya masih
merupakan calon pelanggan dalam daftar calon tunggu dan tidak kurang dari 5.000
pelanggan masih mengalami air mati dan giliran air. Pengaturan pemanfaatan air
belum optimal sehingga terjadi saling klaim dan persaingan tidak sehat antara
penguna air. Kemampuan teknis dan finansial dalam membenahi dan mengembangkan
sistem penyediaan air bersih masih terbatas.
4.2.7.
Pemerintahan Wirausaha
Untuk prinsip kewirausahaan
ini, dilingkungan Pemerintah Kota Batu terutama PDAM sebagai penyedia air
bersih, upaya ini sedang dilakukan setahap demi setahap. Hal ini tidak dapat dilakukan secara sekaligus
mengingat kondisi manajemen PDAM sendiri yang belum sehat sehingga setiap
tahunnya pengelolaan PDAM selalu mendapatkan suntikan dana dari APBD Kabupaten/
Kota. Ditambah lagi transparansi
terhadap operasional penyediaan air bersih itu sendiri belum diwujudkan
sehingga menyulitkan kontrol.
Namun untuk membebani
sepenuhnya biaya operasional penyediaan air bersih kepada masyarakat konsumen,
belum dapat dilakukan sepenuhnya karena berbagai faktor kendala terutama dalam
penetapan tarif, karena selain berfungsi sebagai perusahaan daerah yang wajib
menghasilkan keuntungan, PDAM juga memiliki fungsi sosial terkait pemenuhan
kebutuhan paling hakiki maryarakat akan air bersih.
Peluang-peluang pendanaan yang
ada seperti pinjaman langsung dari Bank Dunia belum berani diambil oleh PDAM Kota
Batu karena terkait dengan upaya penyehatan manajemen di tubuh PDAM sehingga
nantinya apabila memang sudah mampu untuk mengembalikan pinjaman, program
pengembangan prasarana dan sarana air bersih akan dilaksanakan dengan dana pinjaman.
Untuk pelayanan air bersih di Giripurno
memang memanfaatkan dana Bank Dunia melalui program P2KP, HIPPAM,dll namun itu
bukan berupa pinjaman desa melainkan hibah dari pemerintah pusat, seyogyanya
pengelola dan masyarakat mampu memanfaatkan dana tersebut seoptimal mungkin dan
berusaha untuk selalu meningkatkan jaringan pelayanan sesuai kebutuhan di
daerah tersebut.
4.2.8.
Pemerintahan Antisipatif
Prinsip pemerintahan yang
antisipatif belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh pemerintah Kota Batu,
terutama terkait pembangunan sarana dan prasarana air bersih. Salah satunya adalah pembangunan prasarana
air bersih dengan memanfaatkan sumur bor dan memanfaatkan pompa dengan tenaga
listrik. Dalam pembangunannya tentu hal
tersebut tidak masalah karena dana merupakan dana program, namun dalam
pengoperasiaonnya akan menjadi masalah karena operasional dan pemeliharaannya
menjadi sangat tinggi sehingga retribusi yang dibayarkan tidak mampu menutupi
biaya operasional. Hal ini tidak bisa sepenuhnya menjadi kesalahan pemerintah
dalam hal ini sumber daya manusia yang menjadi pelaksananya karena kondisi
topografi di wilayah Kota Batu yang berbukit dan sumber mata air yang tidak
selalu berada di atas, mengakibatkan beberapa wilayah memang harus menggunakan
sistem pompanisasi untuk mendapatkan pelayanan air bersih.
Untuk pelayanan air bersih
yang dilakukan oleh lembaga desa Giripurno yang sifatnya sangat lokal di
lingkungan desa itu sendiri, sistem yang digunakan adalah dengan sistem
gravitasi sehingga biaya operasional yang diperlukan tidak terlalu tinggi,
namun karena iuran yang disepakati tiap bulannya oleh masyarakat yang menjadi
pelanggan kecil yaitu Rp. 4.000/bulannya, sehingga dana yang terkumpul tidak
cukup untuk mengembangkan jaringan distribusi kepada calon pelanggan yang belum
mendapatkan pelayanan. Keterbatasan dana
dan pengetahuan dari pengelola juga menjadi faktor penyebab tidak
terantisipasinya kekurangan layanan air bersih tersebut.
4.2.9.
Pemerintahan Desentralisasi
Prinsip pemerintahan
desentralisasi sudah mulai dilakukan oleh Pemerintah Kota Batu dalam penyediaan
air bersih dengan memdorong masyarakat untuk langsung melakukan pelayanan air
bersih. Namun upaya ini belum dibarengi
dengan upaya-upaya peningkatan kemampuan teknis dan manajemen sumber daya manusia
yang melaksanaan pengelolaan sehingga pemanfaatan sumberdaya belum efektif dan
efisien. Selain itu pelaksanaan
desentralisasi wewenang terkait pengelolaan sumber daya air harus diatur dalam
peraturan daerah yang jelas sehingga tidak akan merugikan pihak lain maupun
lingkungan.
4.2.10.
Pemerintahan Berorientasi Pasar
Sistem Pemerintahan di Kota
Batu belum sepenuhnya berorientasi pasar terutama terkait dengan penyediaan air
bersih bagi masyarakat. Hal ini karena kondisi topografi dan
sumber daya air wilayah yang berbeda-beda dan karakteristik masyarakat yang
berbeda-beda. Misalnya saja desa Sumber
Brantas yang nota bene merupakan daerah pertanian dan wisata, belum bisa
mendapatkan pelayanan air bersih yang optimal, hal ini disebabkan karena lokasi
desa yang didaerah ketinggian dan keberadaan sumber daya air yang memungkinkan
untuk membangun jaringan distribusi air bersih dengan menggunakan sistem
gravitasi tidak tersedia, sehingga sebagai solusi sementara adalah pelayanan
air bersih dengan menggunakan mobil tangki air dalam jumlah tertentu dan jadwal
tertentu.
Sedangkan untuk melibatkan
swasta secara penuh untuk melaksanakan pelayanan air bersih di wilayah-wilayah
tertentu belum berani dilakukan secara sepenuhnya karena belum siapnya regulasi
yang bisa dijadikan acuan dalam melaksanakan nantinya.
Sedangkan pelayanan air bersih
yang dilaksanakan oleh lembaga desa Giripurno udah merupakan
cerminan pemerintahan berorientasi pasar karena adanya kebutuhan sekelompok
masyarakat akan air yang didukung dengan keberadaan sumber mata air yang
memungkinkan pembangunan jaringan pelayanan air bersih dengan sistem gravitasi
sehingga dengan difasilitasi oleh instansi teknis pembangunan sarana dan
prasarana air bersih tersebut dapat terbangun.
4.3. Implementasi
Prinsip – prinsip Reinventing Government
4.3.1.
Pemerintah Katalis
Langkah-langkah untuk mencapai
suatu pelayanan yang efisien, efektif, bertanggung jawab dan fleksibel masih
belum ditemukan untuk dapat melaksanakan pelayanan yang optimal di Desa Giripurno
karena selain sumber daya manusia yang mengelola memiliki pengetahuan teknis
dan manajemen yang kurang memadai, selain itu keberhasilan yang dicapai di Desa
Giripurno belum tentu bisa ditiru oleh daerah lain karena dipengaruhi oleh
faktor keberadaan sumber mata air, kondisi topografi wilayah dan karakteristik
dari masyarakat itu sendiri.
Sedangkan langkah-langkah yang
diambil pemerintah Kota Batu dalam rangka mengimplementasikan prinsip
Pemerintahan yang Katalis secara eksplisit belum ada dimana perkembangan
penyediaan air bersih yang telah dikelola atau dilaksanakan oleh masyarakat
seperti di Desa Giripurno tidak ditindaklanjuti dengan penyusunan
petunjuk-petunjuk teknis dan regulasi-regulasi yang mengatur pengelolaan air
bersih langsung oleh masyarakat untuk bisa ditiru oleh daerah atau desa lain di
wilayah Kota Batu
Apabila Pemerintah Kota Batu
benar-benar ingin mengimplementasikan prinsip Pemerintahan Kapitalis seharusnya
potensi penyediaan air seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Giripurno
ditindaklanjuti dengan penyusunan peraturan yang membatasi bisa dijadikan
pedoman untuk melakukan hal serupa di daerah lainnya.
4.3.2.
Pemerintahan Milik Masyarakat
Langkah-langkah yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah Kota Batu dalam melaksanakan prinsip pemerintahan
milik masyarakat dibidang pelayanan atau penyediaan air bersih adalah :
-
Memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan air minum dengan cara
yang dapat mereka lakukan sendiri seperti swakelola pengelolaan penyediaan air
minum di Desa Giripurno
-
Membuka
peluang kepada masyarakat umum yang berpotensi dan lulus seleksi untuk
berkompetisi menempati kedudukan sebagai pelaksana PDAM untuk dapat menunjukkan
kinerja atau kemampuan mereka dalam mengelola penyediaan air bersih bagi
masyarakat
4.3.3.
Pemerintahan Kompetitif
Selain upaya-upaya untuk
mencapai target pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat yang belum
mendapatkan pelayanan air bersih di beberapa daerah yang memang sulit dijangkau
dari segi topografi dan tidak memiliki sumber air bersih yang bisa dimanfaatkan.
Untuk bisa membangkitkan fenomena kompetitif dalam pelayanan penyediaan air
bersih bagi masyarakat bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota Batu dengan membuat
suatu SOP (Standar Operasional Prosedur) dari penyediaan air bersih yang
dilakukan oleh masyarakat dan swasta sehingga jelas batasan-batasannya
4.3.4.
Pemerintahan Berorientasi Misi
Langkah pemerintah Kota Batu
dalam bidang pelayanan penyediaan air bersih bagi masyarakat terkait prinsip
pemerintahan berorientasi misi adalah :
-
Terus
menerus melakukan penelitian terhadap kemungkinan pengelolaan dan pemanfaatan berbagai
sumber daya air dalam rangka mencapai misi pemerintah untuk dapat memenuhi
kebutuhan air bersih bagi seluruh lapisan masyarakat di semua wilayah
-
Dalam
rangka memenuhi target pelayanan air bersih bagi seluruh lapisan masyarakat di
berbagai wilayah tidak menutup kemungkinan berbagai pihak baik swasta maupun
masyarakat untuk turut serta dalam pelaksanaannya.
-
Selalu
mendahulukan kepentingan pelanggan sebagai manifestasi pencapaian prestasi
kinerja.
4.3.5.
Pemerintahan Berorientasi pada Hasil
Upaya penyehatan manajemen di
dalam PDAM seperti mengurangi tingkat kebocoran teknis maupun administrasi
dalam rangka mengefisiensikan biaya operasional penyediaan air bersih bagi
masyarakat merupakan salah satu langkah pemerintah Kota Batu terkait prinsip
pemerintahan yang berorientasi pada hasil. Selain itu peningkatan upaya
pengecekan dan kolektor penggunaan air ke konsumen dengan menyiapkan alat
pencatat penggunaan air dengan sistem digital ataupun sistem pelaporan dari
masyarakat pengguna, yang walaupun belum
mencerminkan efiensi yang sempurna tetapi sudah mengarah pada penertiban
pengggunaan air untuk dapat memperhitungkan besar produksi air dan jumlah air
terpakai secara benar.
4.3.6.
Pemerintah Berorientasi Pelanggan
Hanya peningkatan-peningkatan
pelayanan yang memang masih masuk dalam koridor standar seperti pemeriksaan
pemanfaatan air dengan alat elektrik sehingga akurasinya terjaga yang terlihat
nyata dilaksanakan oleh PDAM Kota Batu sebagai langkah terhadap prinsip
pemerintah berorientasi pelanggan.
Sedangkan langkah untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan di berbagai
lokasi masih terbenttur masalah teknis dan biaya dan hanya dilakukan langkah
jangka pendek dengan menggunakan pelayanan air bersih dengan mobil tangki.
4.3.7.
Pemerintahan Wirausaha
Secara eksplisit langkah yang
mengarah pada pemerintahan yang wira usaha dalam pelayanan penyediaan air
bersih memang belum ada, hanya peluang diberikan kepada masyarakat untuk
melaksanakan swakelola dalam penyediaan air bersih serta membiarkan sektor
swasta dalam menyediakan air bersih di beberapa lokasi yang belum terjangkau
pelayanan PDAM, sedangkan Manajemen PDAM sendiri masih berupa perusahaan daerah
yang harus berorientasi pada ekonomi dan sosial
4.3.8.
Pemerintahan Antisipatif
Langkah antisipasi memang
telah berusaha dilakukan dengan melakukan berbagai studi namun memang
kadangkala studi berbeda dengan pelaksanaan sehingga dianggap kurang
mengantisipasi kondisi di lapangan, sehingga bisa dianggap tidak ada langkah
antisipatif.
4.3.9.
Pemerintahan Desentralisasi
Langkah ke arah desentralisasi
sebenarnya ada dengan membangun sistem pengelolaan air untuk melayani wilayah
sekitarnya di beberapa lokasi untuk efisiensi dari segi teknis dan biaya namun
secara manajerial masih tersentralisasi dalam satu manajemen PDAM Kabupaten
4.3.10.
Pemerintahan Berorientasi Pasar
Secara eksplisit langkah yang
mengarah pada pemerintahan yang berorientasi pasar dalam pelayanan penyediaan
air bersih memang belum ada, karena keterbatasan pendanaan dan kondisi wilayah
yang tidak memungkinkan pelaksanaan pelayanan air bersih dengan sistem jaringan
distribusi PDAM karena lokasinya yang memang kurang memungkinkan, untuk
pelayanan lebih diarahkan kepada masyarakat dengan swakelola atau oleh pihak
swasta. Langkah-langkah yang dilaksanakan sifatnya hanya menyelesaikan masalah
untuk sementara seperti melayani kebutuhan air dengan mobil tangki, serta
menggunakan beberapa sumber air untuk bisa melayani daerah dibawahnya dengan
sistem gravitasi untuk mendapatkan biaya operasional yang rendah.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1.
Sepuluh
prinsip kewirausahaan pemerintah yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota
Batu dalam rangka penyediaan
air bersih bagi masyarakat yaitu :
Ø
Pemerintahan
Katalis dengan memposisikan diri sebagai pengarah dalam pelaksanana penyediaan
air bersih secara swakelola oleh Lembaga Desa Giripurno
Ø
Pemerintahan
milik masyarakat, dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk turut
terlibat dalam penyediaan dan pengelolaan air secara swakelola
Ø
Pemerintahan
berorientasi misi, dimana demi untuk dapat memenuhi kebutuhan air bagi seluruh
masyarakat pemerintah tidak menutup peluang kepada swasta maupun masyarakat
untuk dapat menyelenggarakan penyediaan air.
Ø
Pemerintahan
berorientasi pada hasil dengan memperkecil tingkat kebocoran dari segi teknis
dan administrasi
Ø
Pemerintahan
desentrasilisasi, dengan mendorong kepada masyarakat yang memiliki kemampuan
untuk berswakelola dalam penyediaan air
5.1.2.
Banyak
prinsip kewirausahaan pemerintah yang belum bisa dilaksanakan karena
keterbatasan pendanaan, perbedaan karakteristik wilayah dan masyarakat serta
keterbatasan kemampuan sumber daya manusia
5.1.3.
Lima
strategi pemangkasan birokrasi juga tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan di
lingkungan Pemerintah Kota Batu terkait penyediaan air bersih oleh Perusahaan
Daerah Air Minumnya, karena sistem dan sudut pandang yang sudah terlanjur
tertanam di benak aparatur yang terlanjur salah sehingga perlu pembenahan
secara bertahap dan berjenjang terutama ditingkat decission maker sehingga bisa memberi teladan kepada bawahannya
dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat.
5.2. Saran
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, sosok
sumber daya manusia memegang peranan strategis. Di era transisi ini sumber daya
aparatur merupakan motor penggerak roda pemerintahan. Keberhasilan atau kegagalan
dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sangat bergantung pada kualitas sumber
daya aparatur. Kualitas sumber daya aparatur juga merupakan faktor utama di
dalam pemberdayaan ekonomi daerah, karena potensi sumber daya ekonomi tidak
dapat dikelola secara maksimal jika tidak terdapat sinergi dengan sumber daya
aparatur yang berkualitas. Membangun birokrasi yang efisien tetapi sekaligus
berorientasi ke pasar merupakan kata kunci dalam konteks otonomi daerah,
sehingga daerah bersangkutan memiliki daya saing tinggi. Adalah tugas kita
bersama untuk membenahi semua permasalahan di atas. Yang antara lain adalah
dengan upaya menerapkan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia sebagaimana
secara profesional untuk mewujudkan sumber daya manusia birokrasi yang
profesional pula.
Dari
kesimpulan diatas, beberapa hal yang dapat diusulkan sebagai upaya peningkatan
pelayanan PDAM Kota Batu adalah sebagai berikut:
Konsep - konsep yang harus
dilakukan adalah:
Ø
Bisnis
Air Minum meliputi ;
·
Melakukan survey lapangan terhadap klasifikasi
pelanggan PDAM yang dilaksanakan melalui staf internal PDAM
·
Melakukan penyesuaian struktur tarif dalam
rangka upaya PDAM mencapai target minimal Break Even Point (BEP).
Ø
Marketing
Strategic dan Customer Satisfaction meliputi ;
·
Melakukan survey terhadap kepuasan pelanggan
dalam kaitannya dengan pelayanan PDAM saat ini. Kegiatan ini dilaksanakan
dengan melibatkan unsur masyarakat, YLKI, LSM dan mahasiswa.
·
Melakukan
kegiatan sosialisasi kepada pelanggan pada beberapa tempat mulai dari tingkat Kab./
Kota,
Kecamatan hingga Kelurahan.
Ø
Manajemen
Investasi meliputi ;
·
Melakukan sosialisasi program PDAM dengan
mengundang pihak Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kota, DPRD dan pihak swasta terhadap
permasalahan yang dihadapi PDAM dalam kaitannya dengan investasi peningkatan
cakupan pelayanan, mutu pelayanan serta peningkatan kapasitas produksi.
·
Hasil yang didapat berupa realisasi bantuan dana
dari Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota
disamping PDAM sendiri serta keinginan beberapa investor yang akan turut
berpartisipasi dalam mengembangkan PDAM.
Ø
Keadaan
yang diharapkan adalah ;
·
PDAM memberikan pelayanan yang prima kepada
pelanggan dan masyarakat, dengan merespon secara cepat, tepat dan effesien
terhadap segala keluhan yang disampaikan pelanggan kepada PDAM.
·
Memberikan
peningkatan kesejahteraan karyawan sehingga akan memacu mereka untuk selalu
meningkatkan produktifitas kerja.
BAB VI
DAFTAR
PUSTAKA
1.
David Osborne
and Ted Gaebler, Mewirausahakan
Birokrasi, PPM, Jakarta,
2003.
2. David Osborne dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi, Lima Strategi
Menuju Pemerintahan Wirausaha, CV. Teruna Grafika, Jakarta, 2004.
3. Draff Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Batu, Bapeda Kota Batu, Tahun 2006.
4. Sugimin Pranoto,Dr, Designing Community Based Development, MKUK Pusbiktek, 2007.
5. Harian Surya, PDAM Kota Malang Dan Batu Bersaing, Edisi 25 Oktober 2007.
6. Harian Kompas, Habitus Lokal dan Iklim Demokrasi, Edisi 13 November 2007.
7. Bahan Ajar MKUK 2007, Pusbiktek, BPKSDM,
Departemen Pekerjaan Umum.
8. Lisnsley, R.K. Dkk.
1986. Teknik Sumber Daya Air Jilid I dan 2 Edisi 3, Erlanggga, Jakarta.
9. Mangkoedihardjo, S. 1985.
Diktat Kuliah Penyediaan Air Bersih.
Teknik Penyehatan, FTSP, ITS, Surabaya.