Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah mempersaksikan diri sebagai hamba Allah semata. Kalimat Lailaaha illallahu dan Muhammadur rasulullah
selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan anggota tubuhnya agar
tidak menyembah selain Allah. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan yang
harus ditaati, diikuti ajaranNya, dipatuhi perintahnya, dan dijauhi
laranganNya. Caranya bagaimana, lihatlah pribadi Rasulullah saw. sebab
dialah contoh hamba Allah sejati.
Dalam pembukaan surat Al-Israa’, Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw. adalah hambaNya.
Maha
Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS. Al
Israa' (17): 1]
Begitu juga dalam pembukaan surat Al-Kahfi, Allah menegaskan bahwa Rasulullah adalah hambaNya yang mendapat bimbingan Al-Qur’an.
Segala
puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab
(Al-Qur’an) dan dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya. [QS.
Al-Kahfi (18): 1]
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa makna dua
kalimat syahadat –yang intinya adalah tauhid—harus benar-benar tercermin
dalam jiwa dan perbuatan orang yang mengikrarkannya. Dan bagi orang
yang mengikrarkan syahadatain itu bentuk pengakuan dirinya sebagai hamba
Allah. Sebagai hamba Allah, orang yang berikrar tadi tidak ada pilihan
kecuali mencontoh pribadi Rasulullah saw. dalam segala sisi
kehidupannya, baik dari sisi akidah dan ibadah, maupun sisi-sisi lainnya
seperti sikapnya terhadap istri dan pelayannya di rumah, pergaulannya
bersama-sahabatnya, akhlaknya dalam melakukan tansaksi bisnis dan
kepemimpinannya sebagai kepala Negara. Kenapa? Karena Rasulullah adalah
seorang hamba Allah sejati yang memang dibentuk sebagai figur ideal yang
wajib dicontoh akhlaknya.
Untuk menjaga kemurnian tauhid, seperti
yang dicontohkan Rasulullah saw., seorang hamba hendaknya menghindar
jauh-jauh dari hal-hal yang merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan
dua kalimat syahadat tersebut. Setidaknya ada tiga hal yang bisa
membatalkan syahadatnya, yaitu asy-syirku (menyekutukan Allah), al-ilhaadu (menyimpang dari kebenaran), dan an-nifaaku (berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir).
Syirik (menyekutukan Allah)
Definisi
syirik adalah lawan kata dari tauhid, yaitu sikap menyekutukan Allah
secara dzat, sifat, perbuatan, dan ibadah. Adapun syirik secara dzat
adalah dengan meyakini bahwa dzat Allah seperti dzat makhlukNya. Akidah
ini dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik secara sifat
artinya seseorang meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan
sifat-sifat Allah. Dengan kata lain, mahluk mempunyai sifat-sifat
seperti sifat-sifat Allah. Tidak ada bedanya sama sekali.
Sedangkan
syirik secara perbuatan artinya seseorang meyakini bahwa makhluk
mengatur alam semesta dan rezeki manusia seperti yang telah diperbuat
Allah selama ini. Sedangkan syirik secara ibadah artinya seseorang
menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah
serta mencintainya seperti mencintai Allah. Syrik-syirik dalam
pengertian tersebut, secara eksplisit maupun implisit, telah ditolak
oleh Islam. Karenanya, seorang muslim harus benar-benar berhat-hati dan
menghindar jauh-jauh dari syirik-syirik seperti yang telah diterangkan
di atas.
Contoh bentuk-bentuk syirik ada banyak. Di antaranya, pertama, menyembah patung atau berhala (al-ashnaam). Allah swt. menyebutnya dalam ayat berikut ini.
Demikianlah
(perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat
di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan
telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang
diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala
yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. [QS. Al Hajj
(22): 30]
Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, “Wahai
Bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” [QS. Maryam (19):
42]
Menyembah matahari adalah bentuk syirik yang kedua. Allah menolak orang-orang yang menyebah matahari, bulan, dan atau bintang.
Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam
kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. [QS. Al A'raaf (7): 54]
“Dan
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari,
dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula)
kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika
kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”. [QS. Fushshilat (41): 37]
Bentuk syirik yang ketiga adalah menyembah malaikat dan jin.
Dan
mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah,
padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong
(dengan mengatakan) bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan
perempuan, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. [QS. Al An'aam (6): 100]
“Dan
(ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya
kemudian Allah berfirman kepada malaikat, “Apakah mereka ini dahulu
menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab, “Maha Suci Engkau.
Engkaulah pelindung kami, bukan mereka. Bahkan mereka telah menyembah
jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.”. [QS. Saba' (34): 40-41]
Bentuk
syirik keempat adalah menyembah para nabi, seperti Nabi Isa a.s. yang
disembah kaum Nasrani dan Uzair yang disembah kaum Yahudi. Keduanya
sama-sama dianggap anak Allah.
Orang-orang Yahudi
berkata, “Uzair itu putera Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al
masih itu putera Allah.” Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut
mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.
Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” [QS.
At-Taubah (9): 30]
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam.” Padahal
Al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah
neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.
[QS. Al-Maidah (5): 72]
Bentuk syirik yang kelima adalah menyembah
rahib atau pendeta. Allah berfirman, “Mereka menjadikan orang-orang
alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga
mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya
disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.”
Adi bin Hatim r.a. pernah bertanya kepada
Rasulullah mengenai hal tersebut, seraya berkata, “Sebenarnya mereka
tidak menyembah pendeta atau rahib mereka.” Rasululah saw. menjawab,
“Benar, tetapi para rahib atau pendeta itu telah mengharamkan yang halal
dan menghalalkan yang haram, sementara mereka mengikutinya. Bukankah
itu tindak penyembahan terhadap mereka?”
Bentuk syirik yang keenam, menyembah Thaghuut. Istilah thaghuut diambil dari kata thughyaan
artinya melampaui batas. Maksudnya, segala sesuatu yang disembah selain
Allah. Setiap seruan para rasul intinya adalah mengajak kepada tauhid
dan menjauhi thaghuut. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. Maka di antara umat itu ada
orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di
muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul).” [QS. An-Nahl (16): 36].
Dan tauhid
yang murni tidak akan bisa dicapai tanpa menghindar dari menyembah
thaghuut. Allah berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang
sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghuut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” [QS. Al-Baqarah (2): 256]
Allah bangga dengan
orang-orang beriman yang menjauhi thaghuut. “Dan orang-orang yang
menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah,
bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada
hamba-hamba-Ku.” [QS. Az-Zumar (39): 17]
Bentuk syirik
yang ketujuh adalah menyembah hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecendrungan
untuk melakukan keburukan. Seseorang yang menuhankan hawa nafsu,
mengutamakan keinginan nafsunya di atas cintanya kepada Allah. Dengan
demikian ia telah mentaati hawa nafsunya dan menyembahnya. Allah
berfirman, “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara
atasnya?” [QS. Al-Furqaan (25): 43]
“Maka pernahkah kamu melihat
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?
Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya
sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [QS. Al-Jatsiyah
(45): 23]
Macam-macam Syirik
Ada dua macam syirik, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai dua dimesi: zhahir (tampak) dan khafiy (tersembunyi).
Syirik besar (asy-syirkul akbar)
adalah tindakan menyekutukan Allah dengan makhlukNya. Dikatakan syirik
besar karena pelakunya tidak akan diampuni dosanya dan tidak akan masuk
surga. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia; dan Dia mengampuni dosa yang
selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya.” [QS. An-Nisaa' (4): 116]
Syirik besar ini dibagi dua dimensi: zhahir dan kafiy.
Contoh syirik besat yang zhahir adalah seperti menyembah bintang,
matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, dan
manusia (seperti menyembah Fir’un, raja-raja, Budha, Isa bin Maryam,
malaikat, jin dan Setan). Sementara yang khafiy bisa
dicontohkan seperti meminta kepada orang-orang yang sudah mati dengan
keyakinan bahwa mereka bisa memenuhi apa yang mereka yakini, atau
menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan
mengharamkan seperti yang seharusnya menjadi hak Allah swt.
Adapun syirik kecil (asy-syirkul ashghar)
adalah suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi belum sampai
ke tingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurniannya.
Syirik kecil juga dua dimensi: dzahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan perbuatan.
Contoh
yang berupa lafal adalah bersumpah dengan nama selain Allah dan
mengarah ke syirik seperti “demi Nabi, demi Ka’bah, demi kakek dan
nenek.” Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Man halafa bighairillahi faqad kafara wa asyraka
(siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia kafir dan musyrik).”
(HR. Turmidzi nomor 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik
pernyataan, “Kalau tidak karena Allah dan si fulan niscaya ini tidak
akan terjadi.” Contoh yang lain adalah memberikan nama anak dengan Abdul
Ka’bah dan lain sebagainya.
Adapun contoh syirik kecil zhahir
yang berupa perbuatan seperti mengalungkan jimat dengan keyakinan bahwa
itu bisa menyelamatkan dari mara bahaya.
Syirik kecil yang khafiy
biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya’ dan sum’ah. Yaitu
melakukan tindak ketaatan kepada Allah dengan niat ingin dipuji orang.
Seperti menegakkan shalat dengan tampak khusyu’ karena sedang di samping
calon mertua. Seseorang berbuat seperti itu dengan harapan supaya
dipuji sebagai orang shalih. Padahal di saat sendirian, shalatnya tidak
demikian. Riya’ adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya. Karena
itu, Islam sangat memperhatikan sebab perbuatan hati adalah faktor yang
menentukan bagi baik tidaknya perbuatan zhahir.
Allah
berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.” [QS. Al-Baqarah (2): 264]
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Man samma’a sammallahu bihii, waman yaraa’ii yaraaillahu bihii
(siapa yang menampakkan amalnya dengan maksud riya’ Allah akan
menyingkapnya di hari Kiamat, dan siapa yang menunjukkan amal shalihnya
dengan maksud ingin dipuji orang, Allah mengeluarkan rahasia tersebut di
hari Kiamat).” (HR. Bukhari 11/288 dan Muslim nomor 2987)
Bahaya-bahaya Syirik
Perbuatan syirik sangat berbahaya. Berikut ini beberapa bahaya yang akan menimpa orang-orang pelaku syirik.
Pertama, syirik adalah kezhaliman yang nyata. Allah berfirman, “Innasy syirka ladzlumun adziim
(sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang
besar).” [QS. Luqman (31): 13]. Mengapa disebut kezhaliman yang besar?
Sebab dengan berbuat syirik seseorang telah menjadikan dirinya sebagai
hamba makhluk yang sama dengan dirinya yang tidak berdaya apa-apa.
Kedua, syirik merupakan sumber khurafat.
Sebab, orang-orang yang meyakini bahwa selain Allah –seperti bintang,
matahari, kayu besar dan lain sebagainya– bisa memberikan manfaat atau
bahaya, berarti ia telah siap melakukan segala khurafat dengan mendatangi para dukun, kuburan-kuburan angker, dan mengalungkan jimat di lehernya.
Ketiga,
syirik adalah sumber ketakutan dan kesengsaraan. Allah berfirman, “Akan
Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut disebabkan
mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak
menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka;
dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim.” [QS.
Ali Imran (3): 151]
Keempat, syirik merendahkan derajat
kemanusiaan si pelakunya. Allah berfirman, “Barangsiapa mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”
[QS. Al-Hajj (22): 31]
Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan
manusia. Allah berfirman, “Dan mereka menyembah selain daripada Allah
apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak
(pula) kemanfaatan. Dan mereka berkata, ‘Mereka itu adalah pemberi
syafa`at kepada kami di sisi Allah.’ Katakanlah, ‘Apakah kamu
mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan
tidak (pula) di bumi?’ Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka mempersekutukan (itu).” [QS. Yunus (10): 18]
Keenam, di
akhirat nanti orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah
dan akan masuk neraka selama-lamanya. Allah berfirman, “Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan
Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [QS.
An-Nisaa' (4): 116]
Allah juga berfirman, “Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” [QS. Al-Maidah (5): 72]
Sebab-sebab Syirik
Ada
tiga sebab fundamental munculnya prilaku syirik, yaitu al-jahlu
(kebodohan), dha’ful iiman (lemahnya iman), dan taqliid (ikut-ikutan
secara membabi-buta).
Al-jahlu sebab pertama perbuatan syirik.
Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat
jahiliyah. Sebab, mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.
Dalam kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cendrung
berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan
kecendrungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah
masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa?
Sebab mereka bodoh, dan dengan kobodohannya mereka tidak tahu bagaimana
seharusnya mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi.
Ujung-ujungnya para dukun sebagai narasumber yang sangat mereka
agungkan.
Penyebab kedua perbuatan syirik adalah dha’ful iimaan
(lemahnya iman). Seorang yang imannya lemah cendrung berbuat maksiat.
Sebab, rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut kepada
Allah ini akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk menguasai diri
seseorang. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya, maka tidak
mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik seperti
memohon kepada pohonan besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan
para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden, atau
selalu merujuk kepada para dukun untuk suapaya penampilannya tetap
memikat hati orang banyak.
Taqliid sebab yang ketiga. Al-Qur’an
selalu menggambarkan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah selalu
memberi alasan mereka melakukan itu karena mengikuti jejak nenek moyang
mereka. Allah berfirman, “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji,
mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang
demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah,
‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.’
Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”
[QS. Al-A'raf (7): 28]
Dan apabila dikatakan kepada mereka,
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak),
tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan)
nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?” [QS. Al-Baqarah (2): 170]
Apabila dikatakan kepada
mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti
Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka akan mengikuti juga
nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” [QS. Al-Maidah (5): 104]. (Sumber: dakwatuna)