Musibah beruntun menimpa negeri ini. Banjir,
air laut pasang, dan tanah longsor kemarin terjadi di sejumlah daerah di Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, dan NTB. Korban berjatuhan dimana-mana. Peristiwa
yang terjadi di eks Karesidenan Surakarta kemarin adalah yang paling parah. Sekitar
78 orang hilang terkubur tanah longsor atau terbawa banjir di Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri. Di eks Karesidenan Madiun, Jawa Timur sekitar 25 orang hilang
terbawa arus Kali Madiun di Desa Jati, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten
Madiun.Setelah jembatan penghubung Desa Jati dan Semen, Kecamatan Takeran,
Magetan putus karena diterjang air bah. Di Kabupaten Malang sekitar 19
Kecamatan terendam air dengan korban tewas 2 orang, di Pagak sebuah jalan utama
putus, di Poncokosumo tanah longsor, di Pagelaran tidak kurang 13 rumah
terendam air, dll. Di Kota Malang da Batupun tidak luput dari bencana. (Jawa
Pos, 27 Desember 2007).
Jika kita renungkan ada korelasi yang kuat
antara apa yang terkandung dalam Al-quran dengan apa yang kita alami saat ini. Sebelum
sebuah negeri hancur, Tuhan selalu memberi peringatan terlebih dulu kepada
kita. Jika peringatan berulang-ulang tidak diindahkan, maka Tuhan akan
membiarkan negeri itu meluncur jatuh terpuruk. Peringatan dengan ayat-ayat kauliyah.
Peringatan itu bisa lewat masyarakat yang menyuarakan suara hati dan suara
kebenaran. Pun juga bisa pula dengan peringatan alam dengan bahasa kauniyah.
Negeri kita sedang terpuruk. Sebuah negeri
yang dikaruniai kekayaan alam melimpah luar biasa, akan tetapi saat ini bisa
menjadi barisan negara miskin. Utangnya melimpah ruah dan mengemis-ngemis
pinjaman. Apakah itu sudah diperingatkan Tuhan sebelum negeri yang kaya raya
ini jatuh menjadi peminta-minta (utang)???. Pasti Tuhan mengingatkan. Hanya
penguasa kita-dan diri kita- dalam istilah Al-Qur’an dinyatakan sudah tuli,
sehingga tidak lagi mendengar suara kebenaran dan tidak lagi bisa bertutur kata
benar. Sudah buta sehingga tidak bisa melihat fenomena dan fakta yang terjadi.
Semua kondisi ini membuat akal sehatnya mati (summun bukmun umyun fahum la
yakqilun).
Peringatan melalui suara masyarakat telah
dilakukan. Tetapi semua suara telah dibungkam. Yang berani bersuara lantang
sering mendapat kesulitan. Tentang peringatan itu Allah SWT berfirman:
”Dan jika Aku beriradah membinasakan suatu
negeri, terlebih dahulu Aku perintahkan kepada orang-orang yang
bermewah-mewah(dengan kekuasaan dan harta untuk patuh kepadaAllah), tetapi
mereka malah melakukan kedurhakaan di negerinya. Maka sudah sepantasnya berlaku
ketentuan-Ku terhadapnya. Kemudian Aku binasakan negeri itu sehancur-hancurnya”
( Al Isra (17) : 16).
Perilaku durhaka ini bisa kita lihat
dinegeri ini berupa ketidakadilan, pelangggaran HAM, penggusuran, kehancuran
akhlak, kesewenang-wenangan, dan pelanggaran- pelanggaran lainnya.
Malah
penyimpangan tersebut dilegalisir dengan keputusan hukum. Jadinya yang ada
adalah hukum tidak lagi menjadi payung kebenaran tetapi payung pelanggaran.
Korelasi
kata Al-Quran dengan apa yang terjadi dinegeri ini saat ini sudah tampak jelas
adanya.
Firaun
merupakan lambang kediktatoran dari seorang penguasa. Semua kekuasaan terpusat ada dirinya. Rusaknya
akhlak Firaun juga menular kepada pembantu-pembantu nya dan menjadi penyakit
menular dimasyarakat. Apakah hal ini juga terjadi dinegeri kita???.
Tuhan lewat Nabi Musa telah mengingatkan
dengan berbagai peristiwa alam tetapi tidak dihiraukan. ”Maka Aku kirimkan
kepada mereka angin taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang
jelas, namun mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum berdosa” (Al
A’raf(7):133).
Negeri tempat Firaun berkuasa dilanda
topan yang dahsyat. Dinegeri
kita pun juga dikirimi paket angin topan bahorok, puting beliung,tsunami, el
nino, dan lain-lain nama kerennya.
Firaun diingatkan dengan dikirimi belalang
yang tiada habis-habisnya. Kita dikirimi hama yang tiada pernah hilang dan
habis. Ada darah yang tiba-tiba keluar dari lantai-lantai rumah Firaun,
ditempat kita ada lumpur yang tiba-tiba keluar dari perut bumi tanpa ada
kejelasan kapan berhentinya.Tuhan mengirimi Firaun dengan katak yang mencemari
air. Kita juga mengalami pencemaran air mesqi bukan katak penyebabnya karena
kita sendiri yg menciptakan pencemarnya. Bahkan tidak hanya air yang kita
cemari tetapi juga udara, tanah, lautan, hutan dll.
Kita mungkin terlalu sering melakukan
kerusakan dimuka bumi, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi esok hari, tanpa
kita pikirkan apa yang akan anak cucu kita tanggung kelak nantinya sebagai
akibat dari perbuatan kita saat ini. Begitu gampangnya kita menggerakkan tangan
ini untuk melakukan penebangan hutan secara liar, begitu ringannya tangan ini
untuk melakukan penambangan mineral dari perut bumi, begitu konyolnya kita
menguras habis isi lautan hingga tertumbu karangpun tak luput kita jarah, dan
masih banyak lagi keserakahan kita dalam ”memanfaatkan” isi alam ini tanpa
melakukan konservasi sebagai rehabilitasi terhadap apa yang telah kita
ekspoitasi.
Saat ini, bisa jadi adalah waktunya kita
untuk panen raya sebagai hasil dari usaha kita dalam ”memberdayakan” alam
selama ini. Udara sangat panas hingga gunung-gunung es pun mencair di kutub
bumi ini, angin bertiup sangat kencang karena alam sedang melakukan proses
menyeimbangkan tekanan udara didalam lapisan atmosfer bumi ini yang berakibat
pohon-pohon banyak yang tumbang, rumah-rumah diterbangkan angin, dll. Banjir
terjadi dimana-mana karena karena volume air di bumi mengalami peningkatan
karena mencairnya gunung-gunung es hingga pasang air laut lebih tinggi dari
daratan. Banjir juga terjadi karena kemampuan tanah dalam menyerap air hujan
sudah berkurang atau bahkan sudah hilang sama sekali.
Tuhan telah banyak berikan peringatan
dengan berbagai pertanda alam tetapi kita masih belum bisa menerjemahkannya. Kita
masih angkuh dan durhaka. Keserakahan, kekuasaan dan kejayaan telah membuat
nurani buta, tuli, bisu.(Jalan Terpendek Menuju Tuhan, Nurcholis Huda,2003).
Sudah saatnya kita instrospeksi bahwa apa yang telah kita
lakukan terhadap alam selama ini adalah salah. Kita harus selalu bersahabat dengan alam sebagai manifestasi ketundukan
kita terhadap Tuhan. Tidak pernah ada istilah terlambat untuk menyadari betapa
kecilnya apa yang dianggap besar oleh kesombongan kita. Mari ejawantahkan
kesalehan sosial kita dengan membantu saudara-saudara kita di lokasi bencana
Malang Raya khususnya Malang Selatan saat ini juga sebelum semuanya menjadi
terlambat. Fastabiqul Khairat bi Sabilil Haq. @ 2007
*****tulisan pernah dikirim ke RADAR MALANG ******
*****tulisan pernah dikirim ke RADAR MALANG ******