Wednesday, 20 April 2011

Kartini Dulu, Kini, dan Nanti

Sudah menjadi budaya dari tahun ke tahun pada tangal 21 April bagi wanita Indonesia adalah hari yang khusus untuk memperingati perjuangan RA Kartini. Tapi, sayangnya peringatan tersebut sarat dengan simbol-simbol yang berlawanan dengan nilai yang diperjuangkan Kartini (misalnya, penampilan perempuan berkebaya atau bersanggul, lomba masak, dan sebagainya yang merupakan simbol domestikisasi perempuan). Dalam perjuangannya orang-orang feminis seringkali menuduh Islam sebagai penghambat tercapainya kesetaraan dan kemajuan kaum perempuan. Hal ini dilakukan baik secara terang-terangan maupun 'malu-malu'. Tuduhan-tuduhan 'miring' yang sering dilontarkan antara lain peran domestik perempuan yang menempatkan perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dianggap sebagai peran rendahan. Busana muslimah yang seharusnya digunakan untuk menutup aurat dengan memakai jilbab (QS Al-Ahzab: 59) dan kerudung (QS An-Nur: 31) dianggap mengungkung kebebasan berekspresi kaum perempuan. Dalam buku Kartini yang fenomenal berjudul Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang, RA Kartini saat itu menuliskan kegelisahan hatinya menyaksikan wanita Jawa yang terkungkung adat sedemikian rupa. Tujuan utama beliau menginginkan hak pendidikan untuk kaum wanita sama dengan laki-laki. Tidak lebih. Ia begitu prihatin dengan budaya adat yang mengungkung kebebasan wanita untuk menuntut ilmu. Kartini memiliki cita-cita yang luhur pada saat itu yaitu mengubah masyarakat. Khususnya kaum perempuan yang tidak memperoleh hak pendidikan. Juga untuk melepaskan diri dari hukum yang tidak adil dan paham-paham materialisme untuk kemudian beralih ke keadaan ketika kaum perempuan mendapatkan akses untuk mendapatkan hak dan dalam menjalankan kewajibannya.

Minazh Zhulumaati Ilannuur" (QS-2:257) = Door Duisternis Tot Licht = Dari Kegelapan Menuju Cahaya = Habis Gelap Terbitlah Terang

(ide diambil dari berbagai sumber)

Sunday, 3 April 2011

Pentingnya Dam Prambatan Bagi Masyarakat Kota Batu , Alfi Nurhidayat )*


Seiring dengan perkembangan kota Batu dengan meningkatnya aktifitas penduduknya, menyebabkan perubahan tata guna lahan / alih fungsi lahan,  terutama pada daerah hulu. Hal ini berdampak terjadinya perubahan daerah resapan air (hutan) menjadi daerah pertanian holtikultura, peningkatan sedimentasi serta peningkatan aliran air permukaan. Kondisi tersebut diperparah dengan terjadinya bencana banjir beberapa waktu yg lalu.  Kerusakan terparah terjadi pada bangunan Dam Prambatan di daerah Gunungsari Kota Batu.

Foto Eksisting Kerusakan Dam Prambatan Kota Batu
Dari hasil identifikasi terhadap tingkat kerusakan yang terjadi, maka perlu segera dilakukan pembangunan kembali infrastruktur tersebut, sehingga kebutuhan air bagi petani dan peternak dapat terpenuhi. Dam Prambatan terbagi ke Jaringan Irigasi Prambatan Kanan dan Jaringan Irigasi Prambatan Kanan dimana kedua Jaringan Irigasi mengairi areal sawah tidak kurang dari 500 Ha. Bila tidak segera ditangani maka dikhawatirkan akan timbul permasalahan kekurangan air ketika musim kemarau yg sebentar lg akan tiba hingga munculnya konflik sosial diantara petani pemakai air di Kota Batu.
Saat ini kondisi dam Prambatan dilakukan penanganan sementara dg menggunakan dam Bronjong itupun saat ini jg rusak parah diterjang banjir beberapa wkt yg lalu.
Kami sangat berharap adanya bantuan anggaran dari Pemerintah Propinsi maupaun Pemerintah Pusat, mengingat keterbatasan anggaran di Pemerintah Kota Batu. Diprediksi bangunan Dam Prambatan ini menghabiskan dana sekitar 4 M (dari hasil DED yg telah dibuat.

 )* Kepala Seksi Pembangunan, Dinas Pengairan dan Bina Marga Kota Batu