Siang datang bukan untuk mengejar malam,
malam tiba bukan untuk mengejar siang. Siang dan malam datang silih berganti
dan takkan pernah kembali lagi. Menanti adalah hal yang paling membosankan,
apalagi jika menanti sesuatu yang tidak pasti. Sementara waktu berjalan terus
dan usia semakin bertambah, namun satu pertanyaan yang selalu mengganggu “Kapan
aku menikah ??“.
Resah dan gelisah kian menghantui
hari-harinya. Manakala usia telah melewati kepala tiga, sementara jodoh tak
kunjung datang. Apalagi jika melihat disekitarnya, semua teman-teman seusianya,
bahkan yang lebih mudah darinya telah naik ke pelaminan atau sudah memiliki
keturunan. Baginya, ini suatu kenyataan yang menyakitkan sekaligus
membingungkan. Menyakitkan tatkala masyarakat memberinya gelar sebagai “bujang
lapuk” atau”perawan tua” , “tidak laku“.Membingungkan tatkala tidak ada yang
mau peduli dan ambil pusing dengan masalah yang tengah dihadapinya.
Apalagi anggapan yang berkembang di
kalangan wanita, bahwa semakin tua usia akan semakin sulit mendapatkan jodoh.
Sehingga menambah keresahan dan mengikis rasa percaya diri. Sebagian wanita
yang masih sendiri terkadang memilih mengurung diri dan hari-harinya dihabiskan
dengan berandai-andai.
Ini adalah kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri sebab hal ini bisa saja terjadi pada saudari kita, keponakan, sepupu
atau keluarga kita. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini, tingginya batas
mahar dan uang nikah yang ditetapkan. Hal ini banyak terjadi dinegeri kita
-khususnya di daerah sulawesi-. Telah banyak kisah para pemuda yang sudah ingin
sekali menikah, mundur dari lamarannya hanya karena tidak mampu menghadapi
mahar yang ditetapkan. Setan pun mendapatkan celah untuk menggelincirkan
anak-anak Adam sehingga melakukan perkara-perkara terlarang mulai dari kawin
lari sampai pada perbuatan-perbuatan yang hina (zina), bahkan sampai menghamili
sebagai solusi dari semua ini. Padahal agama yang mulia ini telah menjelaskan
bahwa jangankan zina, mendekati saja diharamkan,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”. (QS.
Al-Israa’:32 )
Al-Allamah Muhammad bin Ali
Asy-Syaukaniy-rahimahullah- berkata, “Di dalam larangan dari mendekati zina
dengan cara melakukan pengantar-pengantarnya terdapat larangan dari zina
–secara utama-, karena sarana menuju sesuatu, jika ia haram, maka tujuan
tentunya haram menurut konteks hadits”.[Lihat Fathul Qodir (3/319)]
Pembaca yang budiman, sesungguhnya islam
adalah agama yang mudah; Allah I telah anugerahkan kepada manusia sebagai
rahmat bagi mereka. Hal ini nampak jelas dari syari’at-syari’at dan aturan yang
ada di dalamnya, dipenuhi dengan rahmat, kemurahan dan kemudahan. Allah I telah
menegaskan di dalam kitab-Nya yang mulia,
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran
Ini kepadamu agar kamu menjadi susah; Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang
takut (kepada Allah)“. (QS.Thohaa :1-3)
Allah I berfirman
“Allah tidak menghendaki menyulitkan
kalian, tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagi kalian, supaya kalian bersyukur.”(QS. : Al-Maidah: 6)
Namun sangat disayangkan kalau kemudahan
ini, justru ditinggalkan. Malah mencari-cari sesuatu yang sukar dan susah
sehingga memberikan dampak negatif dalam menghalangi kebanyakan orang untuk
menikah, baik dari kalangan lelaki, maupun para wanita, dengan meninggikan
harga uang pernikahan dan maharnya yang tak mampu dijangkau oleh orang yang
datang melamar. Akhirnya seorang pria membujang selama bertahun-tahun lamanya,
sebelum ia mendapatkan mahar yang dibebankan. Sehingga banyak menimbulkan
berbagai macam kerusakan dan kejelekan, seperti menempuh jalan berpacaran.
Padahal pacaran itu haram, karena ia adalah sarana menuju zina. Bahkan ada yang
menempuh jalan yang lebih berbahaya, yaitu jalan zina !!
Di sisi yang lain, hal tersebut akan
menjadikan pihak keluarga wanita menjadi kelompok materealistis dengan melihat
sedikit banyaknya mahar atau uang nikah yang diberikan. Apabila maharnya
melimpah ruah, maka merekapun menikahkannya dan mereka tidak melihat kepada
akibatnya; orangnya jelek atau tidak yang penting mahar banyak !! Jika maharnya
sedikit, merekapun menolak pernikahan, walaupun yang datang adalah seorang pria
yang diridhoi agamanyadan akhlaknya serta memiliki kemampuan menghidupi istri
dan anak-anaknya kelak. Padahal Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-telah
mamperingatkan,
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِيْنَهُ فَزَوِّجُوْهُ .
إِلَّا تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِيْ الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Jika datang seorang lelaki yang melamar
anak gadismu, yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika
tidak, maka akan terjadi fitnah (musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi
“[HR.At-Tirmidziy dalam Kitab An-Nikah(1084 & 1085), dan Ibnu Majah dalam
Kitab An-Nikah(1967). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1022)]
Jadi, yang terpenting dalam agama kita
adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sekedar kekayaan dan
kemewahan. Sebuah rumah yang berhiaskan ketaqwaan dan kesholehan dari sepasang
suami istri adalah modal surgawi, yang akan melahirkan kebahagian, kedamaian,
kemuliaan, dan ketentraman. Namun sangat disayangkan sekali, realita yang
terjadi di masyarakat kita, jauh dari apa yang dituntunkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Hanya karena perasaan “malu” dan “gengsi” hingga rela mengorbankan
ketaatan kepada Allah; tidak merasa cukup dengan sesuatu yang telah Allah
tetapkan dalam syari’at-Nya. Mereka melonjakkan biaya nikah, dan mahar yang
tidak dianjurkan di dalam agama yang mudah ini. Akhirnya pernikahan seakan
menjadi komoditi yang mahal, sehingga menjadi penghalang bagi para pemuda untuk
menyambut seruan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara
kalian yang telah mampu, maka menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka
berpuasalah, karena puasa akan menjadi perisai baginya“. [HR. Al-Bukhoriy
(4778), dan Muslim (1400), Abu Dawud (2046), An-Nasa’iy (2246)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
telah menganjurkan umatnya untuk mempermudah dan jangan mempersulit dalam
menerima lamaran dengan sabdanya,
مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَسْهِيْلُ أَمْرِهَا وَقِلَّةُ صَدَاقِهَا
“Diantara berkahnya seorang wanita,
memudahkan urusan (nikah)nya, dan sedikit maharnya“. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad
(24651), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2739), Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (14135),
Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (4095), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (3/158),
Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir (469). Di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih
Al-Jami’ (2231)]
Oleh karena itu, pernah seseorang datang
kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- seraya berkata,”Sesungguhnya aku
telah menikahi seorang wanita.” Beliau bersabda, “Engkau menikahinya dengan
mahar berapa?” orang ini berkata:”empat awaq (yaitu seratus enam puluh
dirham)”. Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
عَلَى أَرْبَعِ أَوَاقٍ ؟ كَأَنَّمَا تَنْحِتُوْنَ الْفِضَّةَ مِنْ عَرْضِ هَذَا الْجَبَلِ مَا عِنْدَنَا مَا نُعْطِيْكَ وَلَكِنْ عَسَى أَنْ نَبْعَثَكَ فِيْ بَعْثٍ تُصِيْبُ مِنْهُ
“Dengan empat awaq (160 dirham)?
Seakan-akan engkau telah menggali perak dari sebagian gunung ini. Tidak ada
pada kami sesuatu yang bisa kami berikan kepadamu. Tapi mudah-mudahan kami
dapat mengutusmu dalam suatu utusan (penarik zakat) ; engkau bisa mendapatkan
(empat awaq tersebut)“. [HR, Muslim(1424)].
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syarof
An-Nawawiy-rahimahullah- berkata tentang sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- yang kami huruf tebalkan, “Makna ucapan ini, dibencinya memperbanyak
mahar hubungannya dengan kondisi calon suami“.[Lihat Syarh Shohih Muslim
(6/214)]
Perkara meninggikan mahar, dan mempersulit
pemuda yang mau menikah, ini telah diingkari oleh Umar -radhiyallahu ‘anhu-.
Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أَلَا لَا تَغَالُوْا بِصُدُقِ النِّسَاءِ فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرَمَةً فِيْ الدُّنْيَا أَوْ تَقْوًى عِنْدَ اللهِ لَكَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا النََّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَصْدَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ وَلَا أُصْدِقَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشَرَ أُوْقِيَةٌ
“Ingatlah, jangan kalian berlebih-lebihan
dalam memberikan mahar kepada wanita karena sesungguhnya jika hal itu adalah
suatu kemuliaan di dunia dan ketaqwaan di akhirat, maka Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- adalah orang yang palimg berhak dari kalian. Tidak pernah
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memberikan mahar kepada seorang wanitapun
dari istri-istri beliau dan tidak pula diberi mahar seorang wanitapun dari
putri-putri beliau lebih dari dua belas uqiyah (satu uqiyah sama dengan 40
dirham)” .[HR.Abu Dawud (2106), At-Tirmidzi(1114),Ibnu Majah(1887),
Ahmad(I/40&48/no.285&340). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam
Takhrij Al-Misykah (3204)]
Pembaca yang budiman, pernikahan memang
memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena agungnya pernikahan
tidak bisa dibandingkan dengan materi. Janganlah hanya karena materi, menjadi
penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan dengan menikah. Yang jelas
ia adalah seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu menghidupi
keluarganyanya kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari
perilaku yang keji (zina), dan mengembangkan keturunan yang menegakkan tauhid
di atas muka bumi ini.
Oleh karena itu, Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam- perkah bersabda,
ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُ الْغَازِيْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ التَّعَفُّفَ
“Ada tiga orang yang wajib bagi Allah untuk
menolongnya: Orang yang berperang di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan
dirinya, dan orang menikah yang ingin menjaga kesucian diri”. [HR. At-Tirmidziy
(1655), An-Nasa’iy (3120 & 1655), Ibnu Majah (2518). Di-hasan-kan oleh
Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3089)]
Orang tua yang bijaksana tidak akan tentram
hatinya sebelum ia menikahkan anaknya yang telah cukup usia. Karena itu adalah
tanggung-jawab orang tua demi menyelamatkan masa depan anaknya. Oleh karena
itu, diperlukan kesadaran orang tua semua untuk saling tolong-menolong dalam
hal kebaikan. Ingatlah sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
“Agama adalah mudah dan tidak seorangpun
yang mempersulit dalam agama ini, kecuali ia akan terkalahkan“. [HR. Al-Bukhary
(39), dan An-Nasa’iy(5034)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
memerintahkan umatnya untuk menerapkan prinsip islam yang mulia ini dalam
kehidupan mereka sebagaimana dalam sabda Beliau,
يَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا
“permudahlah dan jangan kalian mempersulit,
berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari“.
[HR.Al-Bukhary(69& 6125), dan Muslim(1734)]
Syaikh Al-Utsaimin-rahimahullah- berkata,
“Kalau sekiranya manusia mencukupkan dengan mahar yang kecil, mereka saling
tolong menolong dalam hal mahar(yakni tidak mempersulit) dan masing-masing
orang melaksanakan masalah ini, niscaya masyarakat akan mendapatkan kebaikan
yang banyak, kemudahan yang lapang, serta penjagaan yang besar, baik kaum
lelaki maupun wanitanya”.[Lihat Az-Zawaaj]
Sumber
: Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 54 Tahun I.